Jombang (ANTARA GORONTALO) - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH
Salahuddin Wahid (Gus Sholah) mengingatkan NU sebagai bagian dari
masyarakat sipil (civil society) jangan dibiarkan menjadi bagian dari
partai politik, apalagi sampai dikendalikan parpol.
"Kualitas NU saat ini menurun, karena NU telah menjadi bagian dari
partai. Itu tidak bisa kita biarkan, sebab NU itu civil society yang
posisinya di atas partai. Saya terpaksa bicara, yang sekarang ini
dikendalikan oleh partai," ujarnya saat menerima kunjungan Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur di Tebuireng, Kamis.
Dalam keterangan pers yang diterima Antara dari Humas Pesantren
Tebuireng menyebutkan rombongan yang dipimpin oleh Wakil Rais Syuriah
PWNU Jatim KH. M. Ridwan Nasir itu berziarah ke makam para pendiri NU di
Jombang dalam rangka peringatan Hari Lahir ke-93 NU.
Adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu juga mengajak
rombongan PWNU Jatim untuk berdoa, agar organisasi NU ke depan bisa
lebih baik. "Tidak hanya besar, tapi juga kuat, karena NU saat ini bukan
yang terkuat," tuturnya.
Salah seorang cucu pendiri NU itu menuturkan keberadaan NU harus
dilihat secara utuh dari tiga aspek yakni ajaran, pesantren, dan jamaah.
NU sebagai ajaran tertuang dalam kitab Hadlratus Syaikh KH M.
Hasyim Asyari, sedangkan NU adalah pesantren dan ulama. Selain itu, NU
adalah warga atau jamaah.
"Menurut penafsiran saya, organisasi NU didirikan untuk melayani
tiga aspek itu. Jadi, organisasi NU berfungsi untuk menyebarkan ajaran,
membantu pesantren dan ulama, dan menyejahterakan jamaahnya," ungkapnya.
Namun, NU selama ini dilihat banyak kalangan hanya sebagai
organisasi, padahal seharusnya lebih luas dari itu. "Mudah-mudahan ke
depannya NU bisa sesuai dengan tujuan didirikannya," katanya.
Gus Sholah menambahkan peran NU baru mendunia sejak periode Gus
Dur. Pada era 1960-an, setelah bubarnya Masyumi, NU memang berperan
penting dalam dinamika kehidupan bangsa dan negara, tapi peran itu tidak
pernah dilihat oleh ilmuwan dari luar negeri.
"Ben Anderson adalah ilmuwan luar negeri yang pertama menulis
tentang peran NU. Saat itu, Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU dan sering
diundang kemana-mana, sehingga NU mulai dilihat oleh ilmuwan luar
negeri. Nah, ke depannya, kita harus betul-betul menjaga warisan yang
ada ini," pesannya kepada para pengurus PWNU Jatim.
Agenda peringatan Harlah ke-93 NU pada Bulan Rajab itu digelar PWNU
Jatim dengan merujuk pada Pasal 1 Anggaran Dasar NU, yang menetapkan
Hari Lahir NU merujuk kepada kalender hijriah (16 Rajab 1344 H). Itu
meluruskan kesalahan praktik peringatan Hari Lahir NU yang merujuk
kepada kalender masehi (31 Januari 1926 M).
Selain berziarah ke makam trio pendiri NU di Jombang (KH M. Hasyim
Asyari, KH A. Wahab Chasbullah dan KH Bisri Syansuri), PWNU Jatim juga
mengirimkan delegasi yang berziarah ke makam Syaikhona Kholil di
Bangkalan dan KH Asad Syamsul Arifin di Asembagus Situbondo.
"Kegiatan ziarah ke tiga kota tersebut dilaksanakan serentak pada
hari ini (21/4)," ujar KH M Ridlwan Nasir yang memimpin rombongan.
Adapun resepsi puncak peringatan Harlah ke-93 NU dilaksanakan pada
Ahad, 16 Rajab 1437 H, yang bertepatan dengan 24 April 2016, di Gedung
PWNU Jatim, Jalan Masjid Al-Akbar Timur, Surabaya.
Gus Sholah: NU jangan jadi bagian parpol
Kamis, 21 April 2016 23:08 WIB