Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerintah melalui Kementerian ESDM akan
memperluas pemanfaatan program subsidi B20 yang mewajibkan pencampuran
20 persen minyak nabati dengan solar agar bisa bisa berlaku bagi
biodiesel non-subsidi (Public Service Obligation/PSO).
Direktur
Jenderal Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE)
Kementerian ESDM Rida Mulyana seusai rapat di Jakarta, Jumat, mengatakan
ada dua alasan yang mendorong hal tersebut.
"Yang pasti kita akan lebih green dari sisi lingkungan dan dari sisi
keekonomian. Itu dari sisi hulu dan hilir. Yang penting negara
diuntungkan," katanya.
Rapat yang dipimpin oleh Pelaksana Tugas
(Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan itu membahas mengenai
perluasan program B20 bagi seluruh penyalur bahan bakar minyak, baik
yang subsidi (PSO/Public Service Obligation) maupun nonsubsidi
(non-PSO).
Kewajiban B20 saat ini baru berlaku bagi penyalur BBM subsidi, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo.
Pemerintah, lanjut Rida, menargetkan penyerapan biodiesel mencapai 5,5
juta kiloliter dengan rincian 3 juta kl untuk subsidi dan 2,5 juta kl
untuk nonsubsidi.
"Kami harap (program) ini bisa dimulai November
2016. Itu jika sudah diketok Komite Pengarah. Ini kan masih dirapatkan
oleh satu menteri, padahal kebijakan ini melibatkan delapan menteri,"
katanya.
Dengan diperluasnya cakupan pemanfaatan biodiesel, Rida
mengaku tidak akan menaikkan tarif pungutan dana sawit (CPO Fund) yang
dikumpulkan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
Namun, ia berharap ekspor kelapa sawit tahun depan bisa meningkat
sehingga pemerintah tidak perlu menaikkan tarif pungutan CPO Fund kepada
perusahaan untuk mendanai program tersebut.
"Volumenya
bertambah. Karena volume ekspornya kita harapkan naik, makanya
pungutannya naik meski pun per tonnya tetap," katanya.
Pemerintah ingin perluas pemanfaatan program B20
Jumat, 23 September 2016 19:39 WIB