Siaran pers BPJS Ketenagakerjaan
menyebutkan, dukungan tersebut disampaikan dalam pembicaraan bilateral
yang dilakukan oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto
dengan Pimpinan JICA diwakili oleh Suzuki Norito Senior Vice President
JICA dan Kumagai Masato Deputy Director JICA.
Turut
hadir dalam pertemuan tersebut Sumarjono Direktur Perencanaan Strategis
dan IT BPJS Ketenagakerjaan, Kenzo Onisi President Shauroshi Federation
Japan serta beberapa pimpinan Ministry of Health Labor and Welfare
(MHLW) Japan.
Dalam kunjungan tersebut Agus Susanto juga memaparkan perkembangan implementasi piloting project Sharoushi di Indonesia.
Sharoushi,
model keagenan untuk akuisisi peserta jaminan sosial Jepang, telah
beroperasi sejak tahun 1968 dengan tingkat keberhasilan mencapai 98%.
Sharousi
melakukan fungsi akuisisi, edukasi, sosialiasi dan konsultasi kepada
masyarakat pekerja Jepang dalam organisasi masyarakat yang disebut
Jimukumiai.
Shauroshi diadopsi di Indonesia
dengan nama Agen PERISAI atau Penggerak Jaminan Sosial Indonesia. BPJS
Ketenagakerjaan merekrut individu-individu yang dibekali dengan
pelatihan dan sertifikasi yang mumpuni untuk menjalankan profesi Agen
PERISAI, yaitu fungsi akuisisi, edukasi, sosialiasi dan konsultasi
jaminan sosial khususnya ketenagakerjaan.
PERISAI
sebagai salah satu bentuk pencapaian atas kerjasama antara MHLW, JICA,
Federasi Sharoushi dan BPJS Ketenagakerjaan, telah diujicobakan di
Yogyakarta dan Jember sejak Oktober 2016.
Agus
menyampaikan pencapaian kinerja para Agen PERISAI di daerah Yogyakarta
dan Jember sangat memuaskan. Dalam kurun waktu 2 bulan saja pasca
peluncuran, agen PERISAI telah berhasil melakukan akuisisi di daerah
Yogyakarta sebanyak 1.293 pekerja dan 181 pekerja di daerah Jember
dengan kolektibilitas iuran mencapai 100%.
Dengan
hasil yang dicapai ini, Agus menjelaskan, pihaknya telah memperluas
pilot project jaringan PERISAI di 9 kota lainnya, di antaranya Medan,
Serang, Jakarta, Bandung, Bali, Kupang, Mataram, Manado dan Makassar.
"Hal ini kami lakukan tentunya untuk percepatan meningkatkan cakupan
kepesertaan dan memperluas jangkauan perlindungan kepada seluruh
pekerja, khususnya pekerja BPU (Bukan Penerima Upah)", jelasnya.
Dalam
kunjungannya, Agus juga menjelaskan beberapa tantangan yang
dihadapi,tidak hanya oleh BPJS Ketenagakerjaan, tapi juga dapat terjadi
dengan PERISAI, yaitu faktor sosial ekonomi, demografi, budaya hingga
regulasi yang ada.
Agus juga mengharapkan
dukungan JICA kepada BPJS Ketenagakerjaan diperluas, termasuk untuk
penguatan capacity building BPJS Ketenagakerjaan dalam menangani program
pensiun, karena permasalahan yang sedang dihadapi oleh Jepang dalam
menangani program pensiun saat ini sangat mungkin bisa terjadi di
Indonesia 20 tahun mendatang, saat mayoritas penduduk Indonesia memasuki
usia tua (aging population) seperti Jepang sekarang ini.