Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius
Jonan menjelaskan bahwa pemerintah tetap berupaya berunding dengan PT
Freeport Indonesia.
"Sesuai arahan Bapak Presiden, kami sebisa mungkin memasuki
perundingan tentang perpindahan dari Kontrak Karya (KK), jadi dulu
perjanjiannya KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), ini kan
amanah undang-undang," kata Jonan di kompleks Istana Presiden Jakarta,
Rabu.
"Apakah semua pemegang perjanjian KK itu wajib mengubah
perjanjiannya itu menjadi IUPK? Sebenarnya tidak wajib, misalnya Vale
atau beberapa perusahaan tambang emas juga itu mereka tidak mengubah
menjadi IUPK karena mereka sudah punya smelter yang digunakan untuk pengolahan dan pemurnian," katanya.
Dengan
Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat
atas PP No.23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, pemerintah memperpanjang pelaksanaan ekspor
konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih
operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK), membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun dan mewajibkan divestasi hingga 51 persen.
Freeport
keberatan dengan kewajiban divestasi hingga 51 persen karena membuat
kendali perusahaan bukan lagi di tangan mereka. Perusahaan tambang itu
berencana menggugat pemerintah ke Arbitrase Internasional.
"Kenapa kami meminta supaya Freeport itu mengubah perjanjian KK-nya menjadi IUPK? Karena menurut kami, smelter
yang dibangun di Gresik, itu hanya mengolah sampai konsentrat, jadi
sampai pengolahan saja belum pemurnian, yang kita minta itu sampai
pemurnian, sesuai dengan pasal 170 UU No.4 tahun 2009 tentang Mineral
dan Batu Bara (Minerba)."
Pasal 170 Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Minerba menyebutkan
"Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah
berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU ini
diundangkan".
"Jadi harusnya 2014 sudah habis, oleh menteri sebelumnya itu
diperpanjang sampai Januari 2017, setelah itu tidak bisa, karena kita
jadi harus melanggar undang-undang, jadi kami minta Freeport agar KK-nya
berubah menjadi IUPK," tambah Jonan.
Perubahan itu menurut Jonan sesuai dengan pasal 103 Undang-Undang
tentang Minerba, yang menyebutkan bahwa pemegang IUPK dan IUP itu wajib
melakukan pengolahan dan pemurnian.
"Dalam perjalanannya, isi dari KK dan isi dari IUPK itu ada sebagian
yang tidak sama, ini yang berdasarkan arahan Presiden, kalau
memungkinkan itu harus dirundingkan dengan Freeport. Freeport meminta
stabilitas investasi," jelas Jonan.
Ia menegaskan pemerintah Indonesia tetap akan menghargai semua
perjanjian yang sudah pernah dibuat dengan investor dengan tidak
mengurangi isi perjanjian yang sudah dibuat, sepanjang tidak melanggar
aturan perundangan.
"Jadi kita juga tawarkan di PP No 1 tahun 2017 bagi semua pemegang
IUPK mineral logam waktu lima tahun sebelum masa kontraknya habis untuk
mengajukan perpanjangan," katanya.
"Kalau kontrak Freeport habis
2021, jadi silakan ajukan sekarang, tapi harus dalam format Izin, tidak
dalam format KK. Ini yang menjadi perbedaan pandangan khususnya,
menurut saya Freeport kalau nanti pemerintahnya ganti, aturannya akan
berganti lagi, padahal tidak," kata dia.
Ia mengatakan bahwa saat ini belum ada hasil final dari perundingan antara pemerintah dan Freeport.
"Saya tidak akan meng-update sepenggal-sepenggal, kalau sudah final, pastinya diumumkan. Saya kira sementara harus berunding dulu," tegas Jonan.
Pemerintah tetap berupaya berunding dengan Freeport
Rabu, 1 Maret 2017 16:51 WIB