Trenggalek (ANTARA GORONTALO) - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
Indonesia (APKASI) menyatakan prihatin dan menyerukan penanggulangan
secara cepat atas krisis kemanusiaan yang dialami komunitas muslim
Rohingya, Myanmar.
Sikap resmi itu disampaikan Wakil Ketua Umum APKASI bidang Hubungan
Internasional Emil Elestianto Dardak yang juga Bupati Trenggalek, Jawa
Timur, melalui press rilisnya yang diterima Antara, Minggu.
"Krisis kemanusiaan di Rohingya akhir-akhir ini sungguh mengusik
perhatian kita semua, termasuk saya selaku pribadi maupun APKASI," kata
Emil di Trenggalek.
Ia berharap, konflik di Myanmar segera berakhir. Menurutnya,
langkah cepat dan tegas oleh pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang
merupakan senior Emil Dardak di Oxford University perlu segera dilakukan
selain juga upaya diplomasi negara-negara dunia dan PBB.
"Kami jelas menentang dan mendesak pemimpin Myanmar untuk mengambil
sikap tegas terhadap pembantaian yang terjadi," ujarnya.
Emil secara khusus menyinggung pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, karena sama-sama lulusan Oxford University.
Menurut Emil yang barusan menyelesaikan gelar master keduanya dari
salah satu universitas terbaik dunia itu, Aung San Suu Kyi seharusnya
menjadi contoh dalam menjaga perdamaian dunia, termasuk di negara
sendiri Myanmar.
"Beliau sebagai peraih Nobel Perdamaian tentu merupakan alumnus
kebanggaan kampus kami. Bahkan di buku wisuda saya saja ada profil
beliau. Tetapi dalam hal ini, saya secara pribadi sama sekali tidak
membela beliau," katanya.
Emil yang dalam forum internasional juga menjabat sebagai
Co-President UCLG atau Asosiasi Pemda Asia-Pasific tersebut menyatakan
bahwa Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson bahkan sudah mendesak
Aung San Suu Kyi mengambil sikap tegas, dan beberapa peraih nobel juga
telah menyatakan sikap keras terhadap Aung San.
Kendati Aung San bukanlah Presiden Myanmar, tetapi secara "de
facto" ia sebagai pimpinan partai pemenang pemilu dan menduduki jabatan
"state counsellor" yang membuatnya secara de facto menjadi kepala
pemerintahan Myanmar, setara dengan Perdana Menteri.
"Walau tidak dapat dipungkiri mereka saudara sesama pemeluk agama
Islam dengan saya, tapi ini sudah merupakan isu kemanusiaan dan para
pihak yang membela nasib pengungsi Rohingya juga datang dari seluruh
lapisan masyarakat dunia terlepas dari latar belakang agama," ujarnya.
Emil menyatakan sangat mengapresiasi pemilihan tokoh Tanah Air,
Marzuki Darusman oleh PBB untuk memimpin investigasi pelanggaran HAM di
negara bagian Rakhine, Myanmar dimana komunitas muslim Rohingya berada.
"Semoga beliau bisa berhasil," ucap Emil Dardak.
Emil mengakui tahu bahwa ada argumen dari pihak Myanmar bahwa
penyerangan dilakukan terhadap gerombolan militan Rohingya ke kantor
polisi dan militer Myanmar.
Namun, Emil berkeras mengkritik karena fakta lapangan di Rakhine,
banyak masyarakat sampai harus mengalami teror sedemikian berat hingga
puluhan ribu orang terpaksa mengungsi ke negara lain sekitarnya,
terutama Banglades.
"Bahkan menurut data PBB sebagaimana dikutip New York Times,
pengungsi ke Bangladesh mencapai 76 ribu orang. Apa iya sebegitu
banyaknya orang semuanya pasukan pemberontak," ujar Emil.
Saat ditanya soal sikap resmi Universitas Oxford, Emil mengatakan
itu wewenang pihak universitas walau Emil memandang sikap resmi Menlu
Inggris kemungkinan memiliki pengaruh kepada sikap dari pihak
universitas, tempatnya mengenyam pendidikan dan mendapat gelar doktor,
sama seperti Aung San Suu Kyi yang tercatat menjadi lulusan terbaik.
APKASI serukan penanggulangan krisis kemanusiaan muslim Rohingya
Senin, 4 September 2017 8:42 WIB