Ekonom dari lembaga kajian Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Susamto memprediksikan jumlah penduduk miskin di Indonesia akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2020 melalui tiga skenario yaitu berat, lebih berat, dan sangat berat.
Akbar mengatakan potensi peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut akibat dari tertekannya perekonomian serta penerapan restriksi sosial dan mobilitas di berbagai wilayah sebagai dampak pandemi COVID-19.
“Pandemi COVID-19 tak hanya berpotensi menghilangkan lapangan kerja dalam jumlah besar tetapi juga meningkatkan kemiskinan secara masif,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Akbar menuturkan lonjakan jumlah penduduk miskin berpotensi terjadi karena banyak masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat kesejahteraan mendekati batas kemiskinan meski tidak berada di bawah garis kemiskinan.
Ia menyebutkan penduduk di bawah garis kemiskinan memang cenderung menurun yaitu 25,1 juta jiwa atau 9,4 persen dari total penduduk Indonesia pada Maret 2019, namun jumlah penduduk rentan miskin dan hampir miskin mencapai 66,7 juta jiwa atau 25 persen dari total penduduk Indonesia.
“Masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di sektor informal dan banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah,” ujarnya.
Akbar menyatakan jika bantuan sosial yang diberikan pemerintah tidak mencukupi atau datang terlambat maka golongan rentan dan hampir miskin akan semakin berpotensi jatuh ke bawah garis kemiskinan.
Skenario berat itu yakni penduduk miskin berpotensi bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta jiwa yaitu 3 juta orang di perkotaan dan 2,6 juta orang di pedesaan sehingga jumlahnya mencapai 30,8 juta orang atau 11,7 persen dari total penduduk Indonesia.
Skenario berat dibangun berdasarkan asumsi bahwa penyebaran COVID-19 akan meluas pada Mei 2020 namun tidak sampai memburuk sehingga kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di Jawa dan satu atau dua kota di luar Jawa.
Skenario lebih beratnya yaitu penduduk miskin berpotensi bertambah 8,25 juta orang yakni 6 juta orang di perkotaan dan 2,8 juta orang di pedesaan sehingga jumlahnya mencapai 33,9 juta orang atau 12,8 persen dari total penduduk Indonesia.
Skenario lebih berat dibuat berdasarkan asumsi bahwa penyebaran COVID-19 menjadi lebih luas sehingga kebijakan PSBB diterapkan di banyak wilayah di Jawa dan beberapa kota di luar Jawa.
Skenario sangat berat yakni penduduk miskin berpotensi bertambah sebanyak 12,2 juta orang yaitu 9,7 juta orang di perkotaan dan 3 juta orang di pedesaan sehingga jumlahnya mencapai 37,9 juta orang atau 14,35 persen dari total penduduk Indonesia
Skenario sangat berat itu dibentuk berdasarkan asumsi bahwa penyebaran COVID-19 sudah tak terbendung dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di Jawa maupun luar Jawa dengan standar yang sangat ketat.
“Persebaran COVID-19 yang saat ini terpusat di wilayah perkotaan menyebabkan potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di perkotaan,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
Akbar mengatakan potensi peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut akibat dari tertekannya perekonomian serta penerapan restriksi sosial dan mobilitas di berbagai wilayah sebagai dampak pandemi COVID-19.
“Pandemi COVID-19 tak hanya berpotensi menghilangkan lapangan kerja dalam jumlah besar tetapi juga meningkatkan kemiskinan secara masif,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Akbar menuturkan lonjakan jumlah penduduk miskin berpotensi terjadi karena banyak masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat kesejahteraan mendekati batas kemiskinan meski tidak berada di bawah garis kemiskinan.
Ia menyebutkan penduduk di bawah garis kemiskinan memang cenderung menurun yaitu 25,1 juta jiwa atau 9,4 persen dari total penduduk Indonesia pada Maret 2019, namun jumlah penduduk rentan miskin dan hampir miskin mencapai 66,7 juta jiwa atau 25 persen dari total penduduk Indonesia.
“Masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di sektor informal dan banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah,” ujarnya.
Akbar menyatakan jika bantuan sosial yang diberikan pemerintah tidak mencukupi atau datang terlambat maka golongan rentan dan hampir miskin akan semakin berpotensi jatuh ke bawah garis kemiskinan.
Skenario berat itu yakni penduduk miskin berpotensi bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta jiwa yaitu 3 juta orang di perkotaan dan 2,6 juta orang di pedesaan sehingga jumlahnya mencapai 30,8 juta orang atau 11,7 persen dari total penduduk Indonesia.
Skenario berat dibangun berdasarkan asumsi bahwa penyebaran COVID-19 akan meluas pada Mei 2020 namun tidak sampai memburuk sehingga kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di Jawa dan satu atau dua kota di luar Jawa.
Skenario lebih beratnya yaitu penduduk miskin berpotensi bertambah 8,25 juta orang yakni 6 juta orang di perkotaan dan 2,8 juta orang di pedesaan sehingga jumlahnya mencapai 33,9 juta orang atau 12,8 persen dari total penduduk Indonesia.
Skenario lebih berat dibuat berdasarkan asumsi bahwa penyebaran COVID-19 menjadi lebih luas sehingga kebijakan PSBB diterapkan di banyak wilayah di Jawa dan beberapa kota di luar Jawa.
Skenario sangat berat yakni penduduk miskin berpotensi bertambah sebanyak 12,2 juta orang yaitu 9,7 juta orang di perkotaan dan 3 juta orang di pedesaan sehingga jumlahnya mencapai 37,9 juta orang atau 14,35 persen dari total penduduk Indonesia
Skenario sangat berat itu dibentuk berdasarkan asumsi bahwa penyebaran COVID-19 sudah tak terbendung dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di Jawa maupun luar Jawa dengan standar yang sangat ketat.
“Persebaran COVID-19 yang saat ini terpusat di wilayah perkotaan menyebabkan potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di perkotaan,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020