Jakarta (ANTARA) - Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menyatakan bahwa semua protokol kegiatan olahraga, baik yang disusun IOC maupun pemerintah masing-masing negara harus mengacu kepada aturan yang sudah ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Anggota Komite Eksekutif KOI Teuku Arlan Perkasa di Jakarta, Senin, mengatakan keinginan dari setiap cabang olahraga untuk kembali memulai latihan selama ini masih belum terkoordinasi karena belum ada protokol yang sesuai dengan yang sudah ditetapkan masing-masing federasi internasionalnya (IF).
"Kalau sudah sesuai IF apakah sudah sesuai dengan WHO? karena WHO meminta menggunakan risk assessment," kata Arlan kepada ANTARA.
Dalam aturan WHO yang diterbitkan April lalu untuk kegiatan olahraga, ada enam hal yang mesti dipertimbangkan oleh IF dan IOC, antara lain tingkat risiko penularan, lokasi kegiatan (indoor/outdoor), jumlah penonton dan manajemen venue.
Namun protokol yang dibuat IF dan IOC, menurut Arlan, tidak serta merta dapat diadopsi oleh setiap negara, mengingat ada perbedaan kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19 dan harus mengacu kepada aturan WHO.
"WHO menggunakan risk assessment. Jadi semua melihat dari ilmu pandemik. Kalau kurva melandai, kegiatan olahraga bisa masuk ke tahap... Kalau di Indonesia kan selalu pakai satuan waktu padahal belum tentu dengan satuan waktu penyebaran menurun atau PSBB sudah dicabut,"
"Tetapi intinya kami ingin cabor-cabor mengacu kepada WHO dan IF-nya. Jadi nanti kami akan kumpulkan peraturan IF-nya via cabor. KOI yang akan merangkum," jelas dia.
Sementara, KOI saat ini masih menunggu masukan cabang olahraga anggota untuk menyusun protokol yang bakal menjadi rekomendasi pemerintah dalam memulai kembali kegiatan olahraga nasional.
Apabila seluruh rekomendasi dari setiap cabang olahraga sudah terkumpul, KOI, Kemenpora dan KONI akan bersama-sama menyusun draf protokol kesehatan untuk memulai kegiatan olahraga di tengah pandemi seperti saat ini.
KOI: protokol olahraga harus mengacu aturan WHO
Selasa, 9 Juni 2020 6:40 WIB