Jakarta (ANTARA) - Pengguna ponsel di Indonesia, terutama yang berada di perkotaan, menunjukkan ketertarikan untuk pindah ke layanan 5G, menurut riset dari Ericsson.
"Hampir separuh pengguna ponsel yang disurvei mau mencoba 5G," kata Kepala ConsumerLab, Ericsson Research, Jasmeet Singh Sethi, dalam jumpa pers virtual, Kamis.
Dalam laporan Ericsson ConsumerLab Five Ways to A Better 5G 2021, sejumlah 49 responden di Indonesia mau menggunakan 5G begitu tersedia, berdasarkan data Ericsson pada Desember 2020.
Kemauan menggunakan 5G masih tinggi, meski pun turun dibandingkan Maret 2019 yang menunjukkan ada 64 persen responden mau menggunakan 5G. Penurunan ini terjadi karena saat itu belum ada jadwal yang jelas ketersediaan 5G untuk komersial di Indonesia.
Keinginan beralih ke 5G juga didukung ketersediaan ponsel yang bisa menangkap jaringan radio telekomunikasi generasi terbaru ini. 19 persen responden yang disurvei sudah memiliki gawai yang mendukung 5G.
Ericsson memprediksi akan ada 5 juta pengguna ponsel yang menggunakan 5G dalam dua tahun pertama setelah peluncuran 5G komersial di Indonesia.
Jaringan 5G menjanjikan internet yang jauh lebih cepat dibandingkan 4G, maka itu, harga jual paket data 5G umumnya juga lebih mahal dibandingkan 4G.
Data dari Ericsson menunjukkan 50 persen konsumen di Indonesia bersedia membayar 50 persen lebih mahal untuk paket data 5G, yang disertai bundel dengan digital lainnya.
Terdapat 10 persen konsumen yang mau membayar lebih hanya untuk paket 5G, tanpa dibundel dengan layanan digital lain.
Menurut Jasmeet, keinginan seperti ini tidak unik di Indonesia saja, namun, di negara-negara lain seperti India dan Brazil dan negara yang konsumennya berdaya beli tinggi.
Konsumen 5G kebanyakan tertarik menggunakan platform augmented reality (AR), durasi penggunaannya meningkat 3 jam per minggu dibandingkan pengguna 4G.
Ericsson juga melihat ada kenaikan durasi penggunaan streaming video sebesar 1,5 jam dibandingkan pengguna 4G.