"Saya mau
pelajari dulu semua ini, kasih saya waktu dua minggu ini," kata
Pandjaitan, seusai acara serah terima jabatan, di Jakarta, Kamis.
Dia katakan, pihaknya tidak ingin terburu-buru memutuskan untuk melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, selain mempelajari masalah hukumnya, ia ingin mengunjungi Pulau G yang reklamasinya diputuskan berhenti Juni lalu.
Dia katakan, pihaknya tidak ingin terburu-buru memutuskan untuk melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, selain mempelajari masalah hukumnya, ia ingin mengunjungi Pulau G yang reklamasinya diputuskan berhenti Juni lalu.
Ia juga mengaku ingin mengundang pihak yang membuat studi kelayakan tentang reklamasi Teluk Jakarta sebagai bahan evaluasi.
Dia akan menentukan kelanjutan proyek reklamasi, demi manfaatnya bagi masyarakat dan peluang investasinya.
"Minggu depan saya mungkin mau lihat ke sana (Pulau G). Saya tidak mau berandai-andai. Biarkan saya dengan tim lihat di lapangan, lihat hukumnya dan bagaimana kemaslahatannya bagi masyarakat. Juga kepercayaan investor. Jangan sampai kita bikin salah dan karena itu lantas investor dirugikan, tidak fair (adil)," tuturnya.
Lebih lanjut, terkait reklamasi Teluk Benoa, Pandjaitan juga mengaku akan mempelajarinya. Namun, ia meminta publik untuk tidak terus berburuk sangka dan mengaitkannya dengan masalah politik lantaran keputusan reklamasi Teluk Benoa diputuskan saat era Presiden Susilo Yudhoyono.
"Kami pelajari semua karena semua dibikin Pak SBY mengenai Keppres Teluk Benoa. Tentu ada alasannya, jadi saya mau lihat lagi. Jangan terus buruk sangka, jangan ada politik, kita lihat dulu dengan tenang apa untungnya buat rakyat," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ramli menyerahkan semua keputusan mengenai reklamasi kepada Luhut. Ia meyakini, Pandjaitan akan mengambil keputusan terbaik.
Sebelumnya, Ramli merekomendasikan pembatalan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta lantaran dinilai melakukan pelanggaran berat karena membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut dan proyek vital.
Pengembang Pulau G, yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudera, dinilai melakukan pelanggaran berat karena membangun di atas jaringan kabel listrik milik PT PLN (Persero).
Pulau itu juga dinilai mengganggu lalu lintas kapal nelayan yang seharusnya bisa dengan mudah berlabuh di Muara Angke.
Dia menyebut, berdasarkan analisa Komite Gabungan, reklamasi Pulau G juga dibangun sembarangan secara teknis karena dampaknya yang merusak lingkungan hingga membunuh biota.
Dalam rakor tersebut, diputuskan pula sejumlah pulau reklamasi yang melakukan pelanggaran sedang dan ringan, selain pelanggaran berat yang dilakukan pengembang untuk Pulau G.
Pulau C, D, dan N dinilai melakukan pelanggaran sedang, di mana pihak pengembang diminta melakukan sejumlah perbaikan dan pembongkaran.
Pulau C dan D yang saat ini menyatu diminta untuk dipisah dengan kanal selebar 100 meter dan sedalam delapan meter agar bisa dilalui lalu lintas kapal dan agar tidak meningkatkan risiko banjir.
Sementara Pulau N yang merupakan bagian dari proyek pembangunan Pelabuhan Kalibaru (New Priok Container Terminal 1) milik Pelindo II dinilai melakukan pelanggaran teknis dan lingkungan hidup.
"Pengembangnya setuju untuk memperbaiki. Jadi boleh diteruskan agar rapi dan pelanggaran yang dilakukan diperbaiki," papar Rizal.
Sementara itu, pelanggaran ringan dinilai berdasarkan masalah administrasi dan proses pembangunan.
Dia akan menentukan kelanjutan proyek reklamasi, demi manfaatnya bagi masyarakat dan peluang investasinya.
"Minggu depan saya mungkin mau lihat ke sana (Pulau G). Saya tidak mau berandai-andai. Biarkan saya dengan tim lihat di lapangan, lihat hukumnya dan bagaimana kemaslahatannya bagi masyarakat. Juga kepercayaan investor. Jangan sampai kita bikin salah dan karena itu lantas investor dirugikan, tidak fair (adil)," tuturnya.
Lebih lanjut, terkait reklamasi Teluk Benoa, Pandjaitan juga mengaku akan mempelajarinya. Namun, ia meminta publik untuk tidak terus berburuk sangka dan mengaitkannya dengan masalah politik lantaran keputusan reklamasi Teluk Benoa diputuskan saat era Presiden Susilo Yudhoyono.
"Kami pelajari semua karena semua dibikin Pak SBY mengenai Keppres Teluk Benoa. Tentu ada alasannya, jadi saya mau lihat lagi. Jangan terus buruk sangka, jangan ada politik, kita lihat dulu dengan tenang apa untungnya buat rakyat," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ramli menyerahkan semua keputusan mengenai reklamasi kepada Luhut. Ia meyakini, Pandjaitan akan mengambil keputusan terbaik.
Sebelumnya, Ramli merekomendasikan pembatalan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta lantaran dinilai melakukan pelanggaran berat karena membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut dan proyek vital.
Pengembang Pulau G, yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudera, dinilai melakukan pelanggaran berat karena membangun di atas jaringan kabel listrik milik PT PLN (Persero).
Pulau itu juga dinilai mengganggu lalu lintas kapal nelayan yang seharusnya bisa dengan mudah berlabuh di Muara Angke.
Dia menyebut, berdasarkan analisa Komite Gabungan, reklamasi Pulau G juga dibangun sembarangan secara teknis karena dampaknya yang merusak lingkungan hingga membunuh biota.
Dalam rakor tersebut, diputuskan pula sejumlah pulau reklamasi yang melakukan pelanggaran sedang dan ringan, selain pelanggaran berat yang dilakukan pengembang untuk Pulau G.
Pulau C, D, dan N dinilai melakukan pelanggaran sedang, di mana pihak pengembang diminta melakukan sejumlah perbaikan dan pembongkaran.
Pulau C dan D yang saat ini menyatu diminta untuk dipisah dengan kanal selebar 100 meter dan sedalam delapan meter agar bisa dilalui lalu lintas kapal dan agar tidak meningkatkan risiko banjir.
Sementara Pulau N yang merupakan bagian dari proyek pembangunan Pelabuhan Kalibaru (New Priok Container Terminal 1) milik Pelindo II dinilai melakukan pelanggaran teknis dan lingkungan hidup.
"Pengembangnya setuju untuk memperbaiki. Jadi boleh diteruskan agar rapi dan pelanggaran yang dilakukan diperbaiki," papar Rizal.
Sementara itu, pelanggaran ringan dinilai berdasarkan masalah administrasi dan proses pembangunan.