Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Penulis dan pakar kesehatan alternatif terkenal Amerika Serikat, Deepak Chopra, menduga ada masalah pada otak Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tepatnya demensia yang salah satu gejalanya adalah pikun.
Tepat pada hari ketika Direktur FBI James Camey memastikan mantan presiden Barack Obama tidak menyadap Trump, Chopra mengeluarkan serangkaian cuitan yang ditujukan kepada Trump.
"Coba (Anda, Trump) kirim hasil evaluasi kejiwaan dan neurologi (diri Anda) untuk menyangkal keyakinan kami (bahwa tak ada kelainan dalam otak Anda)," kata Chopra dalam cuitan di Twitter yang disiarkan kembali USA Today.
Chopra yang terlatih sebagai endokrinolog (spesialis hormon) lalu membahas "demensia" -- kondisi di mana otak mengalami penurunan kemampuan secara mental dan pikiran atau enyakit otak yang mempengaruhi prilaku dan pikiran manusia-- semestinya dicegah untuk tidak memimpin negara demi keselamatan dunia.
Selama ini Trump dikritik luas karena kerap melontarkan pernyataan tidak berdasar, yang meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa tersaring pikiran yang jernih, termasuk ketika menuduh Obama telah menyadapnya, padahal tak ada bukti yang menguatkan tuduhannya, bahkan Direktur FBI pun menegaskan penyadapan itu tidak ada.
Dugaan ada masalah pada otak Trump kian mencuat ketika dia menafsirkan lain testimoni FBI mengenai kemungkinan adanya intervensi Rusia pada Pemilu AS tahun lalu di mana Rusia dituduh turut menaikkan citra Trump demi mengalahkan Hilllary Clinton yang dibenci Rusia.
Saat itu, Comey membenarkan bahwa "saya telah diotorisasi oleh Departemen Keadilan" untuk menyelidiki dugaan intervensi Rusia itu.
Ketika Comey berkata kepada Kongres bahwa FBI tidak menepis kemungkinan Rusia mengintervensi Pemilu AS karena Presiden Vladimir Putin lebih menyukai Trump ketimbang Hillary Clinton yang sangat dibencinya, Trump malah membuat kesimpulan lain dari pernyataan Comey itu.
Trump mencuit, "NSA (badan keamanan nasional AS) dan FBI menyatakan kepada Kongres bahwa Rusia tidak mempengaruhi proses elektoral." Padahal bukan proses elektoral yang diintervensi Rusia, melainkan kampanye kepresidenan demi mempengaruhi opini publik menjelang pemungutan suara 20 November silam.
Trump juga terlihat memiliki masalah pada pikirannya ketika meminta intelijen AS menyelidiki teori konspirasi yang tidak memiliki dasar apa-apa. Sebaliknya dia mendeskreditkan upaya pihak berwajib dalam menyelidiki tim kampanye dan pemerintahannya.
Dia juga menuduh dinas intelijen Inggris menyadapnya atas permintaan Obama, dan yang ini pun dibantah oleh komunitas intelijen AS dan Inggris. Trump tak peduli telah berkata bohong sehingga dari mulutnya terus menerus keluar tuduhan demi tuduhan, sangkalan demi sangkalan, tanpa diperkuat bukti.
"Presiden Trump tidak saja sedang membohongi rakyat Amerika; dia hampir secara terbuka menyatakan kebenaran sudah bukan lagi masalah," tulis majalah Slate dalam lamannya.