Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) – “Politik uang sungguh bukan zamannya lagi. Hanya bersifat membodohi masyarakat yang kini tak bodoh lagi,†ungkap seorang perempuan yang telah 14 tahun menggeluti politi, Asriyati Nadjamuddin di Gorontalo, Jumat.
Meski sebagian caleg menilai politik uang cukup ampuh, namun caleg DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nomor urut dua itu mengaku tak sedikitpun terpikirkan untuk menggunakan cara tersebut.
Cara itu dianggapnya hanya akan melemahkan posisi tawar caleg sebagai wakil rakyat. Padahal, tugas dan fungsi seorang anggota legislatif seharusnya memberi nilai tambah dan manfaat yang lebih besar daripada bersilat lidah dan melempar uang.
Pengalamannya sebagai anggota DPRD Kota Gorontalo periode 2004-2009 itu, membuatnya semakin yakin bahwa praktik politik uang adalah penyebab utama kegagalan berdemokrasi.
Tak ada uang komik pun jadi.
Perempuan berusia 33 tahun itu kemudian mengkampanyekan anti politik uang melalui ide kreatifnya yaitu komik, tepat menjelang pemilu 2014. Kegemarannya membaca dan menulis sejak remaja mengantarkannya pada ide membuat komik tersebut.
“Saya membuat sendiri naskahnya, kemudian ada kader PKS lainnya yang punya bakat menggambar membantu saya merealisasikannya menjadi komik. Dia tentu saja tidak meminta bayaran sepeser pun,†ujar penggerak Forum Lingkar Pena di Gorontalo tersebut.
Setelah karikatur dan naskah dianggap sesuai, komik tersebut kemudian dicetak menggunakan mesin cetak atau printer sederhana yang dimilikinya. Dengan cara itu, ibu tiga anak ini tak perlu merogoh kantong dalam-dalam.
“Anggaran belanja dapur saya tetap aman,†katanya tersenyum.
Setiap edisi komik hanya terdiri dari satu halaman. Itu sengaja dibuat agar tidak menyita banyak waktu pembaca dan tidak menimbulkan kebosanan. Pada edisi pertama berjudul “Inilah Saya†menampilkan bioadata lengkapnya.
Pada edisi kedua berjudul “Tanpa Uangâ€, pembaca bisa menikmati isi komik yang berisi pengalaman Asri sendiri saat turun ke masyarakat.
“Dalam edisi kedua saya menjelaskan alasan saya tidak ikut membagi-bagikan uang kepada warga yang saya temui,†imbuhnya.
Seperti selayaknya sebuah komik, Asri memilih kata-kata yang ringan, bernuansa humor dan mudah dipahami pembaca.Bahkan ia tak ragu-ragu menggunakan Bahasa Gorontalo dalam sebagian isi komik, agar lebih dekat dengan pembacanya.
Meski cara ini terbilang murah meriah, namun sebagian masyarakat yang ditemuinya menyambut baik komik tersebut dan menyukai isinya.
“Tumben ada caleg yang bagi-bagi bacaan seperti ini, baru pertama kali saya mengalaminya. Isinya pun saya suka, lebih menginspirasi pembaca,†ungkap seorang warga Gorontalo saat membaca komik tersebut, Karmila M (23).
Penampilan Asri yang sederhana dengan blus, rok dan jilbab putih polosnya membuat warga semakin yakin ia tak pantas dimintai uang.
Asri sendiri mengamati, usai membaca komik warga tak lagi menyinggung soal pembagian uang maupun bantuan jenis lain dan justru tertarik membahas mengenai dampak buruk politik uang.
“Saya berharap dengan cara ini masyarakat akan lebih mudah menerima dan memahami mengapa politik uang tak seharusnya dilakukan,†tambah Asri.
Mulanya komik itu hanya dicetak untuk para pemilih pemula. Namun, kata dia, para pemilih dewasa pun mengaku tertarik dan meminta jatah komik sehingga ia harus mencetak lebih banyak.
Perempuan itu juga memanfaatkan Facebook dan Twitter untuk menyebar komiknya. Hemat dan cepat.
Asri yang juga hobi pentas seni teater tersebut berencana akan menambah lagi edisi komik buatannya. Ia sudah menulis sejumlah topik kekinian terkait pemilu diantaranya kampanye untuk tidak golput dan tata cara mencoblos.
Setelah merilis sejumlah judul komik, Asri berencana akan membuatnya dalam bentuk buku komik panduan khusus pemilu, dengan target pembaca adalah seluruh kalangan.
“Jangan abaikan hal-hal kecil, sebab ia bisa memberi dampak luar biasa,†tandasnya.