Gorontalo (ANTARA GORONTALO) - Ada yang berbeda di Pemilu 2014. Sejumlah kalangan mulai banyak yang meneriakkan tolak politik uang, meski beberapa pihak tetap menggunakannya untuk meraih suara pemilih.
Asriyati Nadjamuddin (34), caleg DPR RI nomor urut dua dari PKS telah membuktikan penolakannya terhadap politik uang melalui komik. Selama masa kampanye, ibu tiga anak ini mengandalkan komik buatannya sendiri untuk memerangi politik uang.
Dalam salah satu bagian komiknya berjudul Tanpa Uang, ia mengurai untung ruginya pemilih menjatuhkan pilihan kepada caleg yang gemar bagi uang.
"Politik uang bagi saya adalah cara yang hanya akan melemahkan posisi tawar caleg sebagai wakil rakyat. Cara ini hanya bersifat membodohi masyarakat yang kini tak bodoh lagi," ungkap seorang perempuan yang telah 14 tahun menggeluti politik tersebut.
Tak hanya lewat buku, ia menyuarakan hal yang sama melalui jejaring sosial yang ada untuk memerangi politik uang.
Perempuan lain yang tak kalah jenuh dengan praktik politik uang adalah Ayu Nasibu (47). Caleg nomor urut I dari Partai Bulan Bintang (PBB) untuk DPRD Provinsi Gorontalo itu dengan tegas mengungkapkan politik uang tidak mengubah kondisi bangsa lebih baik.
"Tugas pokok anggota DPRD adalah mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat, mengubah nasib mereka yang belum sejahtera menjadi sejahtera. Sementara politik uang tidak akan pernah bisa melakukannya," tukas Ayu.
Ia mengakui mengubah pola pikir masyarakat terkait hal itu tidak mudah tapi bisa. Caleg daerah pemilihan Kabupaten Gorontalo Utara itu bahkan menyertakan kutipan kalimat "Mencerdaskan Adalah Tugas Orang Cerdas" dalam contoh surat suara yang dibagikannya kepada warga.
"Mewujudkan pemilu yang berkualitas dibutuhkan pemilih yang cerdas sekaligus caleg yang cerdas".
Lain Asri dan Ayu, lain pula Alia Sidik. Caleg DPRD Kota Gorontalo nomor urut lima dari Partai Amanat Nasional ini mengaku prihatin dengan banyaknya caleg yang terlilit hutang gara-gara menghalalkan politik uang.
"Untuk keperluan pribadi saja saya enggan berhutang, apalagi hanya untuk dibagi-bagikan kepada konstituen. Itu sangat tidak perlu dilakukan," tukasnya.
Ia menjelaskan, letak persoalannya bukan hanya pada hutang yang membelit, namun pada kebiasaan masyarakat meminta uang kepada caleg-caleg.
Menurutnya, politik uang memiliki dampak buruk bagi semua pihak terutama untuk pemberi dan penerima, serta masa depan pemerintahan selanjutnya.
"Hari ini misalnya saya bagi-bagi uang, besoknya hutang saya menumpuk atau uang saya habis. Masyarakat yang menerima juga mungkin senang, tapi kedepannya mereka akan terbiasa meminta," tambahnya.
Sementara itu, Caleg DPRD Provinsi Gorontalo dari PKPI nomor urut satu, Sonya Yahya memilih bagi-bagi ilmu daripada bagi-bagi uang.
Sonya yang merupakan Ketua PKBM Flamboyan dan pengurus sejumlah asosiasi sejak tahun 1998 mendampingi sejumlah warga, terutama perempuan di tiga kelurahan di sekitar tempat tinggalnya.
Pendampingan tersebut dilakukan dengan memberikan keterampilan bagi ibu rumah tangga, mahasiswa, dan siswa di bidang pengolahan pangan dan pemanfaatan limbah.
"Kegiatan sehari-hari saya adalah mengajari mereka misalnya membuat kerajinan tangan dari limbah kulit jagung, yang biasanya hanya dibuang oleh para petani maupun warga," ungkap ibu dua anak itu.
Ia menilai pemberdayaan masyarakat lebih memberi manfaat bagi warga, dibandingkan hanya berkampanye dengan modal uang besar.
"Membagikan ilmu bisa menghasilkan uang bagi masyarakat, tapi membagikan uang tentu saja tidak menghasilkan ilmu," tandasnya.