Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Masa kampanye partai politik dan para calon anggota legislatif (caleg) di pemilu 2014 telah memasuki masa "injury time", yakni hari terakhir 5 April 2014, dan kemudian dilanjutkan dengan masa tenang selama tiga hari sesuai jadwal diberikan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Semua kontestan pemilu sudah naik di atas panggung, menggerakkan massa serta "menjual" janji-janjinya kepada rakyat ibarat pedagang memasarkan produk-produk agar disukai konsumen.
Sekarang yang menjadi pertanyaan oleh masyarakat, apakah janji-janji itu bisa terealisasi jika kelak mereka terpilih sebagai wakil rakyat di lembaga parlemen yang terhomat.
Sebelum menjawab pertanyaan masyarakat tersebut, beberapa caleg perempuan di Provinsi Gorontalo yang terus memperjuangkan kesetaraan gender di lembaga parlemen telah mengangkat sejumlah program yang nantinya akan diangkat ke publik.
Salah satunya adalah caleg DPR-RI dari Partai Bulan Bintang (PBB), Sarinande Djibran, mengaku bakal memperjuangan pendidikan khusus kaum perempuan di lembaga parlemen, jika terpilih nantinya.
Menurut Sarinande, pendidikan kaum perempuan di Indonesia harus menjadi prioritas, sebab hal itu merupakan salah satu solusi untuk mengangkat derajat hidup generasi muda saat ini, terutama sektor kesehatan juga.
Jika perempuan memiliki pendidikan tinggi maka pengetahuan tentang semua sektor, terutama juga untuk kesehatan maupun menentukan waktu perkawinan saat usia sudah matang bisa dimiliki oleh mereka yang terdidik.
"Perempuan yang berpendidikan baik bisa tahu mengenai pemenuhan gizi, dan menentukan kehamilan, hal ini merupakan salah satu kunci untuk menekan angka kematian ibu dan anak," kata Sarinande.
Selain itu berbicara mengenai Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang banyak memilih untuk mencari nafkah di luar negeri, hal itu pun merupakan akibat dari kurangnya pendidikan mereka.
Karena pendidikan para TKW masih tergolong minim, maka mereka tidak memiliki pilihan lain selain bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau pekerjaan kasar lainnya.
"Semua persoalan mengenai perempuan ini bisa selesai kalau niat kita sama," kata Sarinande.
Lanjut Sarinande, pendidikan berkualitas dan gratis harus bisa sampai ke daerah pelosok dan ikuti dinikmati pula oleh kaum perempuan.
Janji yang sama juga diungkapkan Inday Joan Sanabe, caleg Partai Amanat Nasional (PAN) untuk DPRD Provinsi Gorontalo, bahwa isu kesehatan terutama perbaikan gizi ibu dan anak dan menekan angka kematian merupakan hal strategis dan penting.
Menurutnya, di Kabupaten Gorontalo Utara dengan kondisi geografis daerah yang jauh dari pusat perkotaan serta beberapa kecamatan pulau, ternyata perhatian kesehatan masih kurang.
"Banyak daerah jauh dan terpencil ternyata tidak memiliki dokter, kemudian sosialisasi terhadap peningkatan kesehatan ibu hamil minim menyebabkan angka kematian juga terjadi," katanya.
Menurutnya, caleg perempuan harus punya konsep sehingga bisa menepis isu tentang ketidakmampuannya menjadi anggota DPRD.
Penting kata Joan, caleg perempuan memahami fungsi penganggaran yang pro rakyat, agar aspirasi masyarakat benar-benar dirasakan langsung dan membuktikan bahwa semakin banyak pemilih tertarik menjatuhkan pilihannya.
Lain halnya dengan caleg Partai Hanura Meiske Abdullah, menilai kesejahteraan buruh perempuan masih jauh dari harapan, sehingga pemerintah dan seluruh kalangan harus memperjuangkannya.
Caleg nomor urut dua untuk DPRD Kota Gorontalo itu menjelaskan, 75 persen pekerja rumah tangga dan buruh adalah perempuan dan seringkali tidak dipenuhi hak-haknya oleh majikan atau perusahaan.
"Contohnya soal lembur. Perempuan bekerja lembur sampai tak bisa lagi mengurusi rumah tangganya, tapi uang lemburnya tidak dibayarkan," kata Meiske yang juga Ketua Bidang Perempuan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Gorontalo.
Di sisi lain, pekerja rumah tangga juga sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sehingga mempengaruhi mentalnya.
"Bagaimana pekerja perempuan sejahtera dalam finansial, sementara dari segi mental saja mereka tidak sejahtera," imbuhnya.
Untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan kekerasan terhadap buruh perempuan, kata dia, setiap pekerja wajib dibekali pengetahuan mengenai perburuhan dan hukum.
Sebagai calon wakil rakyat, Meiske melakukan sosialisasi terkait perburuhan dan hukum kepada sejumlah kalangan terutama pekerja perempuan di Kota Gorontalo.
"Perempuan harus menguasai segala peraturan yang menyangkut pekerjaannya dan persoalan perempuan agar diskriminasi tidak terjadi," tambahnya.
Dorongan untuk memperjuangkan kesejahteraan buruh perempuan itulah yang mendasari Meiske mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Meiske berharap bisa turut mewarnai pembuatan kebijakan perburuhan, khususnya terkait buruh perempuan, jika terpilih sebagai anggota dewan.
Itulah sebagian janji-janji para caleg perempuan ketika berada di podium, memberikan janji dan suatu harapan pada rakyat jika terpilih. Tentunya rakyat akan memilih dan menilai siapa caleg, khususnya keterwakilan perempuan yang memiliki program, visi dan misi yang jelas serta bisa memberikan harapan besar ketika mereka terpilih nanti.
Belum Memuaskan
Semua janji itu sudah disampaikan para caleg yang punya "ambisi" besar duduk di lembaga politik, tetapi apakah semuanya sudah diterima rakyat?
Sekretaris Korps HMI-wati (Kohati) Anggi Husain menilai, sebagian besar calon legislatif perempuan dalam pemilu 2014 belum tampil memuaskan.
"Yang paling menonjol adalah mereka belum percaya diri, belum kreatif dan menguasai berbagai pengetahuan yang terkait kepemiluan," ujarnya.
Kurangnya rasa percaya diri tersebut, kata dia, kemudian berimbas pada cara caleg perempuan berkomunikasi dengan masyarakat yang tidak optimal.
Menurutnya, kondisi tersebut membuat masyarakat kurang menaruh perhatian atau tertarik pada profil caleg perempuan dibanding caleg laki-laki.
Padahal, lanjutnya, keberanian untuk tampil akan turut menentukan sejauh apa upaya sang caleg dalam menggalang aspirasi masyarakat dan memperjuangkannya.
Ia menilai penyebab kurangnya percaya diri caleg perempuan salah satunya adalah pandangan umum yang menganggap kaum perempuan hanya bisa berkutat dalam pekerjaan rumah, serta kurang layak dibebankan pekerjaan yang terkait dengan masyarakat umum.
"Stereotipe ini membuat kaum perempuan semakin terpuruk, sehingga upaya untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang harus digalakkan," tambahnya.
Anggi menambahkan, sejumlah solusinya yakni caleg perempuan membekali diri dengan berbagai ilmu, belajar berdiskusi dalam sejumlah forum hingga terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat.
Manajer program Woman Institute For Research and Empowerment Gorontalo (WIRE-G) Kusmawaty Matara mengatakan, Caleg perempuan harus memiliki kapasitas, sehingga bisa memberikan hasil positif di parlemen nanti.
Proses penjaringan atau rekrutmen caleg yang dilakukan oleh partai politik peserta pemilu tahun 2014 harus diperjelas dulu, apakah hal itu dilakukan dengan mengedepankan kapasitas sebagai calon wakil rakyat.
Kemudian yang menjadi kekhawatiran dari banyak orang bahwa kaum perempuan yang direkrut untuk menjadi caleg sebuah partai, hanya menjadi pengumpul suara.
"Saya kira perempuan dengan pendidikan rendah yang direkrut, tidak akan menjadi `ujung tombak` di setiap partai politik," kata Kusmawaty.
Sementara itu, perempuan dengan pendidikan tinggi biasanya selain menjadi pengumpul suara juga adalah penyusun strategi politik, maka kaum perempuan harus jeli memilih siapa nantinya yang bakal menjadi wakil mereka di parlemen nanti.
"Hal yang ingin kami dorong adalah yang sesuai dengan slogan perempuan cerdas, pemilu berkualitas," kata Kusmawaty.
Pemilu sudah di depan mata, keterwakilan perempuan di parlemen sangat penting untuk menciptakan kondisi politik yang berimbang serta tidak di dominasi oleh kaum pria semata.
Keterwakilan perempuan duduk di parlemen tersebut bukan sekedar memenuhi amanat undang undang yang mewajibkan kuota 30 persen di pencalonannya, melainkan ada semangat keterwakilan yang disertai kemampuan untuk merealisasikan janji-janji politiknya. ***