Jakarta (ANTARA) - Riset yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menggandeng Litbang Kompas menunjukkan sebanyak 80 persen responden berpendapat kasus pelanggaran HAM berat masa lalu perlu dituntaskan.
"Kalau ada yang mengatakan kubur masa lalu, songsong masa depan ini tidak sesuai dengan harapan masyarakat," tutur Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu.
Dilihat dari kelompok generasi, 73,9 persen generasi Z atau di bawah 22 tahun menilai kasus pelanggaran masa lalu perlu dituntaskan, 18 persen menilai sangat perlu dituntaskan delapan persen menilai tidak perlu.
Sementara kelompok milenial atau berusia 22-40 tahun lebih sedikit yang menilai perlu penuntasan kasus HAM masa lalu, yakni 70,8 persen perlu, 12,3 sangat perlu dan yang menilai tidak perlu 17 persen.
Untuk generasi X atau usia 41 ke atas, sebanyak 67,9 persen menilai perlu penuntasan kasus, 13,1 sangat perlu, 19 persen tidak perlu.
Riset yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia itu melibatkan 1.200 responden dengan kisaran usia 17-65 tahun.
Kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang diriset adalah lima kasus yang dinilai paling menarik perhatian publik dari total sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Kasus-kasus tersebut adalah peristiwa 1965, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Trisakti-Semanggi 1998, penculikan aktivis 1997-1998 dan kerusuhan Mei 1998.
Hasil riset, mayoritas masyarakat ingin kasus HAM masa lalu dituntaskan
Rabu, 4 Desember 2019 18:54 WIB