Staf honorer Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, melakukan mogok kerja karena belum menerima gaji beberapa bulan.
"Kami puluhan honorer yang bertugas sebagai tenaga administrasi dan operator, sengaja mogok kerja sejak Senin (13/9) karena hingga saat ini belum menerima pembayaran honor atau gaji," kata Tommy, honorer merangkap tenaga ahli administrator database (ADB) Disdukcapil Gorontalo Utara, di Gorontalo, Selasa.
Ia mengatakan, lebih dari 20 orang honorer di lingkungan Disdukcapil tersebut hingga kini belum menerima kejelasan terkait alasan mengapa hak mereka belum dibayarkan.
Untuk tenaga administrasi belum menerima honor hampir 4 bulan sedangkan tenaga operator hampir 3 bulan.
Tidak adanya kepastian kapan pembayaran akan dilakukan, membuat para honorer kata Tommy, memilih mogok kerja hingga hak-haknya terbayarkan.
Baik yang bersumber dari APBD kabupaten sebagai pegawai tidak tetap (PTT) maupun honor yang diterimakan setiap 3 bulan bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui program pencapaian target administrasi kependudukan.
Mogok kerja pun dilakukan karena adanya pemotongan gaji yang diberlakukan kepada para honorer.
"Jika terlambat datang atau tidak masuk tanpa alasan, honor akan dipotong 10 persen. Padahal untuk honorer berijazah SMA hanya menerima honor Rp850 ribu per bulan, dan ijazah sarjana Rp1 juta per bulan. Jika terjadi pemotongan, uang yang dipotong entah dikemanakan," katanya.
Padahal tenaga operator dan administrasi, bekerja sangat optimal bahkan tidak ada pemberlakuan WFH sejak empat pekan terakhir di masa pandemi COVID-19.
"Namun hak-hak kami tidak ditunaikan tepat waktu. Biasanya paling lambat setiap tanggal 8 bulan berjalan, honor PTT telah dibayarkan," katanya.
Nona, warga Kwandang mengatakan, sangat menyesalkan kondisi pelayanan Disdukcapil.
"Saya harus bolak-balik untuk mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan, padahal biaya transportasi sangat mahal sampai merogoh kocek lebih dari Rp60 ribu. Di masa pandemi ini, uang sebesar itu sangat berarti namun terpaksa dikeluarkan sebab pelayanan ini sangat kami perlukan untuk kepentingan mendesak. Yang mengecewakan, sejak Senin kemarin kami tidak mendapatkan pelayanan dengan alasan gangguan jaringan," kata warga Desa Cisadane ini.
Ia berharap, pihak Disdukcapil dapat mengoptimalkan pelayanannya sehingga kondisi tersebut tidak merugikan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Disdukcapil setempat, Sarce Kandou mengatakan, pelayanan terganggu karena jaringan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) mengalami gangguan (error).
"Sementara dalam upaya perbaikan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021
"Kami puluhan honorer yang bertugas sebagai tenaga administrasi dan operator, sengaja mogok kerja sejak Senin (13/9) karena hingga saat ini belum menerima pembayaran honor atau gaji," kata Tommy, honorer merangkap tenaga ahli administrator database (ADB) Disdukcapil Gorontalo Utara, di Gorontalo, Selasa.
Ia mengatakan, lebih dari 20 orang honorer di lingkungan Disdukcapil tersebut hingga kini belum menerima kejelasan terkait alasan mengapa hak mereka belum dibayarkan.
Untuk tenaga administrasi belum menerima honor hampir 4 bulan sedangkan tenaga operator hampir 3 bulan.
Tidak adanya kepastian kapan pembayaran akan dilakukan, membuat para honorer kata Tommy, memilih mogok kerja hingga hak-haknya terbayarkan.
Baik yang bersumber dari APBD kabupaten sebagai pegawai tidak tetap (PTT) maupun honor yang diterimakan setiap 3 bulan bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui program pencapaian target administrasi kependudukan.
Mogok kerja pun dilakukan karena adanya pemotongan gaji yang diberlakukan kepada para honorer.
"Jika terlambat datang atau tidak masuk tanpa alasan, honor akan dipotong 10 persen. Padahal untuk honorer berijazah SMA hanya menerima honor Rp850 ribu per bulan, dan ijazah sarjana Rp1 juta per bulan. Jika terjadi pemotongan, uang yang dipotong entah dikemanakan," katanya.
Padahal tenaga operator dan administrasi, bekerja sangat optimal bahkan tidak ada pemberlakuan WFH sejak empat pekan terakhir di masa pandemi COVID-19.
"Namun hak-hak kami tidak ditunaikan tepat waktu. Biasanya paling lambat setiap tanggal 8 bulan berjalan, honor PTT telah dibayarkan," katanya.
Nona, warga Kwandang mengatakan, sangat menyesalkan kondisi pelayanan Disdukcapil.
"Saya harus bolak-balik untuk mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan, padahal biaya transportasi sangat mahal sampai merogoh kocek lebih dari Rp60 ribu. Di masa pandemi ini, uang sebesar itu sangat berarti namun terpaksa dikeluarkan sebab pelayanan ini sangat kami perlukan untuk kepentingan mendesak. Yang mengecewakan, sejak Senin kemarin kami tidak mendapatkan pelayanan dengan alasan gangguan jaringan," kata warga Desa Cisadane ini.
Ia berharap, pihak Disdukcapil dapat mengoptimalkan pelayanannya sehingga kondisi tersebut tidak merugikan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Disdukcapil setempat, Sarce Kandou mengatakan, pelayanan terganggu karena jaringan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) mengalami gangguan (error).
"Sementara dalam upaya perbaikan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021