Anggota Dewan Pers periode 2022 hingga 2025 Tri Agung Kristanto mengatakan pemahaman wartawan terhadap kode etik dari dulu masih rendah, terbukti dengan banyaknya pengaduan masyarakat terkait pelanggaran kode etik.
"Pengaduan itu bahkan lebih banyak terkait soal judul," kata Tri Agung melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Selain itu, termasuk juga wartawan yang melanggar hal-hal lain berkenaan dengan Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik. Misalnya, mengenai iktikat buruk, kata Tri.
Tri memprediksi aduan dari masyarakat terkait pelanggaran kode etik oleh wartawan bisa saja terus naik terutama menjelang tahun politik. Oleh karena itu, diharapkan wartawan mampu menjaga akurasi dalam bekerja.
"Jangan terpancing kecepatan media sosial dengan mengabaikan proses jurnalistik yang seharusnya dilakukan," ujarnya.
Selain itu, ia juga mencontohkan praktik pengutipan yang kerap terjadi tanpa adanya konfirmasi. Hal tersebut dinilai sangat berbahaya dan wajib dihindarkan.
Berdasarkan survei Edelman Tahun 2021 menunjukkan kenaikan tingkat kepercayaan publik pada era disrupsi meskipun hanya satu persen. Hal itu membuktikan wartawan dengan produk jurnalistiknya tetap diandalkan.
"Pers tetap berkawan dengan media sosial, namun kita tidak boleh terlarut atau terpancing olehnya," ujarnya.
Senada dengan itu, anggota Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Asro Kamal Rokan menekankan mengenai perlunya memahami dan menaati Kode Etik Jurnalistik oleh jurnalis.
Berdasarkan hasil survei Dewan Pers, terdapat sekitar 70 persen wartawan tidak memahami kode etik wartawan. Padahal, hal itu adalah kompetensi tertinggi wartawan sebenarnya.
"Itu di atas segala-galanya. Uji kompetensi wartawan yang diadakan harus selalu mengacu hal itu. Jangan sampai ada penguji yang malah tak paham kode etik," kata mantan Pemimpin Umum LKBN ANTARA tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2022
"Pengaduan itu bahkan lebih banyak terkait soal judul," kata Tri Agung melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Selain itu, termasuk juga wartawan yang melanggar hal-hal lain berkenaan dengan Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik. Misalnya, mengenai iktikat buruk, kata Tri.
Tri memprediksi aduan dari masyarakat terkait pelanggaran kode etik oleh wartawan bisa saja terus naik terutama menjelang tahun politik. Oleh karena itu, diharapkan wartawan mampu menjaga akurasi dalam bekerja.
"Jangan terpancing kecepatan media sosial dengan mengabaikan proses jurnalistik yang seharusnya dilakukan," ujarnya.
Selain itu, ia juga mencontohkan praktik pengutipan yang kerap terjadi tanpa adanya konfirmasi. Hal tersebut dinilai sangat berbahaya dan wajib dihindarkan.
Berdasarkan survei Edelman Tahun 2021 menunjukkan kenaikan tingkat kepercayaan publik pada era disrupsi meskipun hanya satu persen. Hal itu membuktikan wartawan dengan produk jurnalistiknya tetap diandalkan.
"Pers tetap berkawan dengan media sosial, namun kita tidak boleh terlarut atau terpancing olehnya," ujarnya.
Senada dengan itu, anggota Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Asro Kamal Rokan menekankan mengenai perlunya memahami dan menaati Kode Etik Jurnalistik oleh jurnalis.
Berdasarkan hasil survei Dewan Pers, terdapat sekitar 70 persen wartawan tidak memahami kode etik wartawan. Padahal, hal itu adalah kompetensi tertinggi wartawan sebenarnya.
"Itu di atas segala-galanya. Uji kompetensi wartawan yang diadakan harus selalu mengacu hal itu. Jangan sampai ada penguji yang malah tak paham kode etik," kata mantan Pemimpin Umum LKBN ANTARA tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2022