Gorontalo,  (ANTARA GORONTALO) - Puluhan pemuda yang tergabung dalam perkumpulan "Edukare Institute (EI)" di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, ciptakan sekolah nonformal gratis bagi anak kurang mampu.

Sekolah tersebut bernama "Sikola Ra`yati Bunbar" yang didirikan pada tahun 2015. Dan hingga hari ini sudah memiliki 28 siswa yang terdiri dari usia bervariasi.

"Kebanyakan dari mereka merupakan anak-anak yang tidak lagi melanjutkan studi," kata pembina EI Stenli Nipi, Senin.

Berdirinya sekolah itu atas inisiatif 11 pemuda, kemudian mereka membentuk perkumpulan yang diberi nama EI atau Edukare Institute.

Dari perkumpulan itu, terbentuk tiga bagian yang menjadi fokus kegiatan, sesuai dengan keinginan dari kelompok tersebut.

Yakni pertama "Diformasi" atau Media dan Informasi Independen. Tugasnya yaitu mengelola seluruh informasi perkumpulan untuk disebarluaskan ke khalayak ramai.

Kedua "permak" atau Persatuan Mahasiswa dan Masyarakat. Yang di fungsikan untuk memberi pencerahan kepada masyarakat terkait ilmu pengetahun yang mereka dapatkan.

Kemudian yang terakhir "makat" atau maleo Kreatif. Memiliki fungsi sebagai pendidikan yang berbasis pada pengetahuan bisnis lokal. Seperti mengelola kerajinan rumahan dan kepedulian pendidikan.

Dari Makat itulah, dijelaskan Stenli terbentuklan sekolah nonformal tersebut.

Lelaki lulusan tahun 2013 jurusan Ilmu Hukum di Universitas Gorontalo (UG) itu mengaku, pelajaran untuk siswa disesuaikan dengan apa yang menjadi kemampuan mereka.

"Misalnya siswa lebih suka menggambar, maka itu yang kami ajari," katanya.

Selain memberi ruang sebesar-besarnya kepada murid untuk kreatif, sekolah itu juga selalu mengaitkan pelajaran yang berhubungan dengan lingkungan. Sementara waktu masuk sekitar pukul 16.00 wita dan berakhir pukul 17.00 wita.

Sebab perkumpulan tersebut menginginkan anak didik mereka lebih menghargai lingkungan, misalnya dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat.

"Untuk itu sejak dini kami sudah ajari mereka mencitai lingkungan. Agar besar nanti, ilmu tersebut bisa terus di aplikasikan," kata dia.

Meski begitu kata Stenli, para pengajar disini masih merupakan sukarelawan dari berbagai bidang ilmu. Bahkan ada yang masih kuliah dan ada yang lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun hal itu tidak menjadi hambatan dalam mendidik para siswa tersebut.

Pewarta: Febriandy Abidin

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016