Sistem pemilihan umum serentak perlu dikaji ulang karena dari hasil penelitian menemukan bahwa sistem tersebut tidak efisien dan efektif, kata Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes.
"Pengalaman untuk memisahkan antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif sudah ada," kata Arya saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, sistem pemilu serentak antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif perlu dikaji ulang karena hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilu serentak tidak efisien dan juga tidak efektif.
Arya mengatakan bahwa pemilu serentak yang sudah dilalui pada 2019 dan 2024 tidak sesuai harapan yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi, yaitu efisien waktu, hemat anggaran, dan mengurangi konflik.
Arya melanjutkan bahwa pada dua edisi pemilu serentak, harapan untuk pemilu efisien itu tidak terjadi karena membutuhkan anggaran yang besar dan tidak efektif.
Untuk itu, CSIS mengusulkan agar pemilu serentak perlu dipertimbangkan dan kembali memisahkan pilpres dan pileg supaya lebih baik.
"Pemisahan ini supaya publik memberikan perhatian yang lebih tinggi juga pada pemilihan legislatif. Karena ketika serentak, fokus publik hanya pada pilpres," tuturnya.
Arya menambahkan ketika pileg dan pilpres dipisah maka antara calon legislatif dengan warga bisa lebih intensif berkomunikasi, karena mereka bisa fokus mengampanyekan program yang menjadi isu lokal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan bahwa pemilu serentak pada 2019 dan 2024 meningkatkan politik uang dibanding sebelum diterapkannya pemilu serentak.
Data mencatat ketika Pemilu 2014 berlangsung masih banyak pemilih yang menyatakan ambil uangnya kalau pilihan sesuai hati nurani. Akan tetapi, setelah diterapkan pemilu serentak, politik uang menjadi salah satu penentu kemenangan.
"Sebelum 2019, nilai uang Rp100 ribu dapat mengubah pilihan hingga 60 persen dan pada pemilu serentak nilainya mengalami peningkatan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti: Sistem pemilu serentak perlu dikaji ulang
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024
"Pengalaman untuk memisahkan antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif sudah ada," kata Arya saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, sistem pemilu serentak antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif perlu dikaji ulang karena hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilu serentak tidak efisien dan juga tidak efektif.
Arya mengatakan bahwa pemilu serentak yang sudah dilalui pada 2019 dan 2024 tidak sesuai harapan yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi, yaitu efisien waktu, hemat anggaran, dan mengurangi konflik.
Arya melanjutkan bahwa pada dua edisi pemilu serentak, harapan untuk pemilu efisien itu tidak terjadi karena membutuhkan anggaran yang besar dan tidak efektif.
Untuk itu, CSIS mengusulkan agar pemilu serentak perlu dipertimbangkan dan kembali memisahkan pilpres dan pileg supaya lebih baik.
"Pemisahan ini supaya publik memberikan perhatian yang lebih tinggi juga pada pemilihan legislatif. Karena ketika serentak, fokus publik hanya pada pilpres," tuturnya.
Arya menambahkan ketika pileg dan pilpres dipisah maka antara calon legislatif dengan warga bisa lebih intensif berkomunikasi, karena mereka bisa fokus mengampanyekan program yang menjadi isu lokal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan bahwa pemilu serentak pada 2019 dan 2024 meningkatkan politik uang dibanding sebelum diterapkannya pemilu serentak.
Data mencatat ketika Pemilu 2014 berlangsung masih banyak pemilih yang menyatakan ambil uangnya kalau pilihan sesuai hati nurani. Akan tetapi, setelah diterapkan pemilu serentak, politik uang menjadi salah satu penentu kemenangan.
"Sebelum 2019, nilai uang Rp100 ribu dapat mengubah pilihan hingga 60 persen dan pada pemilu serentak nilainya mengalami peningkatan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti: Sistem pemilu serentak perlu dikaji ulang
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024