Wamena (Antaranews Gorontalo) - Aparat kepolisian berupaya mengungkap kasus penikaman berujung kematian yang dilakukan oleh orang tak dikenal terhadap pendeta Clarce Rinsampessy Salamena, di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, pada Jumat (28/12) sekitar pukul 20.00 WIT.
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Papua Kombes Pol Toni mengatakan polisi akan berusaha mengungkap pelaku penikaman yang menyebabkan terjadinya korban meninggal dunia tersebut.
"Ini menjadi tanggung jawab saya, bekerja sama dalam memerangi kasus kriminal," katanya di Wamena, Sabtu.
Kombes Toni berharap warga ikut membantu polisi dengan memberikan informasi tentang ciri-ciri pelaku penikaman yang menyebabkan korban meninggal dunia.
"Polisi tidak bisa bekerja sendiri tanpa masyarakat, sehingga kita sama-sama membuat damai, menjaga keamanan, meningkatkan keamanan di Wamena," katanya.
Ibu Pendeta Clarce Rinsampessy Salamena menjadi korban penjambretan dan kekerasan hingga meninggal dunia, di depan rumahnya di Jalan SD Percobaan, tepatnya di depan Gereja Effata Wamena.
Informasi yang dihimpun di Wamena menyebutkan Pendeta Clarce Rinsampessy Salamena ditikam saat berboncengan dengan seorang wanita lainnya dalam perjalanan menuju rumah korban.
Penikaman yang diawali dengan aksi perampasan itu terjadi di Jalan SD Percobaan, tepatnya depan Gedung Gereja Effata Wamena.
Saat itu dua orang pria yang mengendarai sepeda motor, berusaha mendekati korban dan saksi, lalu merampas tas milik korban, namun terjadi perlawanan.
Korban yang merupakan wanita berusia 66 tahun itu diantar oleh teman wanita (saksi), dari gereja yang berada di Jalan Irian Atas, menuju rumah korban.
Usai ditikam, pelaku kemudian kabur dan beberapa warga yang berada di lokasi langsung berusaha melarikan korban ke RSUD untuk mendapatkan perawatan. Namun pada pukul 20:00 WIT nyawanya tidak terselamatkan.
Tas dan kendaraan milik korban masih ditemukan di tempat kejadian perkara, sehingga diduga pelaku melarikan diri tanpa membawa barang hasil kejahatannya.
Aktivitas membawa senjata tajam seperti parang, kampak dan panah di dalam Pusat Kota Wamena setiap hari bisa ditemui, sehingga memudahkan terjadinya tindakan kekerasan dengan alat tajam.
Terkait kasus tindak pidana kriminal itu, pada Sabtu (29/12) siang, sejumlah warga di Kabupaten Jayawijaya, melakukan orasi damai ke Mapolres Jayawijaya dan menuntut polisi mengungkap pelaku pembunuhan terhadap seorang pendeta itu.
Pendeta Alexander Mauri mengatakan kedatangan mereka ke Mapolres merupakan upaya mendukung polisi dan TNI untuk memberantas segala bentuk kejahatan.
"Ini hari Natal, pendeta dibunuh di depan gereja. Ini keji, kami tidak tolerir ini. Kami minta ditangkap dan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Pemicu kejahatan adalah minuman beralkohol lokal, kami pun punya data bahwa semua itu di-backing oknum aparat," katanya.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jayawijaya Pendeta Esmon Walilo mengatakan pembunuhan sudah sering terjadi walau sudah sering dilakukan pertemuan dengan pihak keamanan untuk membahas masalah tindak pidana itu.
"Kita juga pernah usul agar senjata tajam (parang, kampak, jubi) tidak boleh masuk ke Kota Wamena, kalau berkebun baru bisa bawa parang atau kapak atau pisau. Ini pembiaran terjadi, sehingga di kota ini ketika bertemu seseorang membawa parang atau pisau menjadi takut," katanya.
Ia menilai polisi di Jayawijaya tidak bekerja profesional untuk mengatasi kejahatan di Jayawijaya.
"Di Pulau Jawa sana kalau ada pembunuhan, pelakunya bisa dapat cepat. Kenapa di Wamena ini susah sekali. Kalau kasus pembunuhan ini tidak bisa diungkap, maka ke depan kejahatan akan semakin marak dan tidak akan terungkap juga. Minuman ditertibkan dan pelaku harus diungkap," katanya.
Kepala Suku Besar Maluku se-Pegunungan Tengah Papua Christian Sohilait menyampaikan empat tuntutan warga yaitu Kapolda bersama jajaran membersihkan peredaran minuman keras dan senjata tajam di Wamena.
"Kedua, pelaku pembunuhan terhadap ibu pendeta ini ditangkap. Ketiga, 2 x 24 jam Kapolres Jayawijaya harus diganti, dan keempat, imbauan ke masyarakat untuk mengakhiri akhir tahun ini dengan damai," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Papua Kombes Pol Toni mengatakan polisi akan berusaha mengungkap pelaku penikaman yang menyebabkan terjadinya korban meninggal dunia tersebut.
"Ini menjadi tanggung jawab saya, bekerja sama dalam memerangi kasus kriminal," katanya di Wamena, Sabtu.
Kombes Toni berharap warga ikut membantu polisi dengan memberikan informasi tentang ciri-ciri pelaku penikaman yang menyebabkan korban meninggal dunia.
"Polisi tidak bisa bekerja sendiri tanpa masyarakat, sehingga kita sama-sama membuat damai, menjaga keamanan, meningkatkan keamanan di Wamena," katanya.
Ibu Pendeta Clarce Rinsampessy Salamena menjadi korban penjambretan dan kekerasan hingga meninggal dunia, di depan rumahnya di Jalan SD Percobaan, tepatnya di depan Gereja Effata Wamena.
Informasi yang dihimpun di Wamena menyebutkan Pendeta Clarce Rinsampessy Salamena ditikam saat berboncengan dengan seorang wanita lainnya dalam perjalanan menuju rumah korban.
Penikaman yang diawali dengan aksi perampasan itu terjadi di Jalan SD Percobaan, tepatnya depan Gedung Gereja Effata Wamena.
Saat itu dua orang pria yang mengendarai sepeda motor, berusaha mendekati korban dan saksi, lalu merampas tas milik korban, namun terjadi perlawanan.
Korban yang merupakan wanita berusia 66 tahun itu diantar oleh teman wanita (saksi), dari gereja yang berada di Jalan Irian Atas, menuju rumah korban.
Usai ditikam, pelaku kemudian kabur dan beberapa warga yang berada di lokasi langsung berusaha melarikan korban ke RSUD untuk mendapatkan perawatan. Namun pada pukul 20:00 WIT nyawanya tidak terselamatkan.
Tas dan kendaraan milik korban masih ditemukan di tempat kejadian perkara, sehingga diduga pelaku melarikan diri tanpa membawa barang hasil kejahatannya.
Aktivitas membawa senjata tajam seperti parang, kampak dan panah di dalam Pusat Kota Wamena setiap hari bisa ditemui, sehingga memudahkan terjadinya tindakan kekerasan dengan alat tajam.
Terkait kasus tindak pidana kriminal itu, pada Sabtu (29/12) siang, sejumlah warga di Kabupaten Jayawijaya, melakukan orasi damai ke Mapolres Jayawijaya dan menuntut polisi mengungkap pelaku pembunuhan terhadap seorang pendeta itu.
Pendeta Alexander Mauri mengatakan kedatangan mereka ke Mapolres merupakan upaya mendukung polisi dan TNI untuk memberantas segala bentuk kejahatan.
"Ini hari Natal, pendeta dibunuh di depan gereja. Ini keji, kami tidak tolerir ini. Kami minta ditangkap dan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Pemicu kejahatan adalah minuman beralkohol lokal, kami pun punya data bahwa semua itu di-backing oknum aparat," katanya.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jayawijaya Pendeta Esmon Walilo mengatakan pembunuhan sudah sering terjadi walau sudah sering dilakukan pertemuan dengan pihak keamanan untuk membahas masalah tindak pidana itu.
"Kita juga pernah usul agar senjata tajam (parang, kampak, jubi) tidak boleh masuk ke Kota Wamena, kalau berkebun baru bisa bawa parang atau kapak atau pisau. Ini pembiaran terjadi, sehingga di kota ini ketika bertemu seseorang membawa parang atau pisau menjadi takut," katanya.
Ia menilai polisi di Jayawijaya tidak bekerja profesional untuk mengatasi kejahatan di Jayawijaya.
"Di Pulau Jawa sana kalau ada pembunuhan, pelakunya bisa dapat cepat. Kenapa di Wamena ini susah sekali. Kalau kasus pembunuhan ini tidak bisa diungkap, maka ke depan kejahatan akan semakin marak dan tidak akan terungkap juga. Minuman ditertibkan dan pelaku harus diungkap," katanya.
Kepala Suku Besar Maluku se-Pegunungan Tengah Papua Christian Sohilait menyampaikan empat tuntutan warga yaitu Kapolda bersama jajaran membersihkan peredaran minuman keras dan senjata tajam di Wamena.
"Kedua, pelaku pembunuhan terhadap ibu pendeta ini ditangkap. Ketiga, 2 x 24 jam Kapolres Jayawijaya harus diganti, dan keempat, imbauan ke masyarakat untuk mengakhiri akhir tahun ini dengan damai," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018