Jakarta (ANTARA) - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menolak ide agar politikus PDIP Harun Masiku diadili secara in absentia.
Harun merupakan tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
"Saya menolak ide KPK untuk peradilan in absentia untuk HM (Harun Masiku). Kenapa? maka kesempatan untuk mengorek keterangan terdakwa akan tertutup. Padahal keterangan HM sangat penting untuk membuka keterangan pihak lain dalam persidangan terbuka yang dibuka untuk umum," ucap Peneliti Pukat UGM Zainur Rohman di Jakarta, Jumat.
Dalam konteks kasus suap pengurusan PAW tersebut, lanjut dia, justru pengadilan secara terbuka sangat penting untuk publik melihat bagaimana keterlibatan pihak-pihak lain.
"Maka kesempatan mengorek dari mana HM mendapatkan uang, mendapat perintah, dapat persetujuan, dengan siapa HM berkomunikasi, di internal PDIP sendiri bagaimana keterangan pihak lain, bagaimana tindakan aktif dari pengurus DPP PDIP dan juga keterlibatan pihak lain, itu akan tidak bisa dibuka tanpa kehadiran terdakwa," ujar dia.
Ia pun meminta KPK untuk terus mencari tersangka Harun yang telah ditetapkan sebagai DPO pada 17 Januari 2020 itu.
"Seharusnya KPK terus mencari HM, ya punya sedikit rasa malu. Masa kalah dari polsek-polsek yang biasa menangkap kriminal. Sekarang KPK semakin tidak mendapat kepercayaan publik dipimpin oleh "Jenderal Bintang Tiga" (Firli Bahuri) tetapi untuk mencari HM saja tidak bisa," ucap Zainur.
Namun, ia menjelaskan bahwa peradilan in absentia untuk tindak pidana korupsi (tipikor) secara norma hukum dimungkinkan dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Tipikor.
"Jadi, konsep untuk peradilan in absentia untuk perkara tipikor itu punya tujuan. Tujuan utamanya adalah perampasan aset. Jadi tanpa berambisi untuk menghukum badan si tersangka, ya upaya untuk mengembalikan aset itu menjadi yang utama dalam pemberantasan korupsi. Dalam kasus HM tak ada kekayaan negara yang ingin dikejar. Yang ingin dikejar adalah keterlibatan HM beserta pihak-pihak lain," ucap Zainur.
Sebelumnya, KPK membuka kemungkinan dilakukannya persidangan in absentia terhadap dua tersangka tersebut, apabila berkas perkara penyidikan perkara telah rampung namun yang bersangkutan belum berhasil ditangkap.
"Untuk kasus suap menyuap di KPU itu, dari Harun Masiku ke eks Komisioner KPU itu kan yang kami tetapkan empat orang tersangka, yang tiga sudah di dalam, yang satu belum kami tangkap ya, masih di luar," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/3).
"Kalau pun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari kami melimpahkan ke pengadilan, tak menutup kemungkinan sekali lagi itu tetap kami lanjutkan dengan proses persidangan in absentia," kata dia.
UGM tolak ide Harun Masiku diadili secara in absentia
Jumat, 6 Maret 2020 14:56 WIB