Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH Hasyim
Muzadi mempersilakan Pemerintah Australia membeberkan hasil penyadapan
terhadap jaringan telekomunikasi Indonesia yang ditengarai sebagai
bentuk protes jelang eksekusi terpidana mati "Duo Bali Nine".
"Bongkar
saja, suruh bongkar saja (Australia), biar jelas apa yang disadap.
Dikiranya menyadap itu diperbolehkan secara internasional," kata Hasyim
usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden di
Jakarta, Rabu.
Seperti diberitakan Pemerintah Australia dilaporkan telah menyadap
jaringan telekomunikasi di Indonesia dan sejumlah negara Pasifik lain.
Penyadapan tersebut dilakukan melalui salah satu penyedia jasa
telekomunikasi besar di Tanah Air.
Hal itu seperti tertuang dalam dokumen laporan rahasia milik bekas
pegawai kontrak Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) Edward Snowden.
Penyadapan oleh Pemerintah Australia itu pun diduga sebagai bentuk
protes atas ditolaknya permohonan grasi dari dua terpidana mati kasus
narkoba dari Australia, Andres Chan dan Myuran Sukumaran.
Pemerintah Indonesia pun mengecam penyadapan tersebut jika itu terbukti dilakukan oleh Pemerintah Australia.
Menteri Koordinator bidang Hukum, Politik dan Keamanan Tedjo Edhy
Purdijatno mengatakan Pemerintah siap melancarkan aksi protes jika itu
terbukti.
"Jika memang terbukti, tentu kami akan membuat nota diplomatik untuk memprotes mereka (Australia)," kata Tedjo.
Pihaknya bersama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) hingga saat ini
masih mempelajari dugaan dan motif dilakukan penyadapan itu.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia bergeming meskipun ancaman demi
ancaman muncul dari negara yang warganya akan dieksekusi mati karena
mengedarkan narkoba.
"Sampai hari ini tidak ada perubahan, dibahas terakhir dalam sidang
kabinet tidak ada perubahan," kata Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto,
Rabu.
Andi mengatakan, meskipun banyak pihak menyampaikan saran dan
masukan bahkan petisi namun sikap Presiden masih sama yakni tidak
mengampuni terpidana narkoba.
Relatif menerima banyak masukan tentang hukuman mati baik yang
berharap Presiden mengubah kebijakan atau yang memperkuat Presiden untuk
melaksanakan hukuman mati," katanya.
Pada dasarnya Presiden Jokowi telah menetapkan Indonesia berada
dalam kondisi darurat narkoba dan sudah ada putusan pengadilan yang
memperkuat hukuman mati.
"Jadi yang dilakukan Presiden tidak akan memberikan pengampunan dalam kasus-kasus narkotika," ujarnya.
Wantimpres tantang Australia beberkan penyadapan
Rabu, 11 Maret 2015 18:57 WIB