Gorontalo (ANTARA) - Pemerintah daerah diminta segera menindak tegas para pelaku pemboman ikan di wilayah perairan bagian barat Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, khususnya di lalu lintas pantai Kecamatan Biau dan Tolinggula.
"Nelayan di wilayah kami (Kecamatan Biau) sangat meresahkan aktivitas pemboman ikan, sebab dampaknya sangat mempengaruhi hasil tangkapan dan perekonomian nelayan yang menggantungkan hidupnya pada mata pencaharian tersebut," ungkap Kepala Desa Topi, Kecamatan Biau, Tajudin Mii, di Gorontalo, Sabtu.
Ia mengatakan menerima banyak laporan nelayan setempat, bahkan turun langsung melaut untuk memperingatkan para pelaku pemboman, juga telah melaporkan kondisi itu ke pihak berwajib sebanyak tiga kali.
"Namun jika patroli Polair turun, mereka pelaku pemboman tidak ditemukan lagi, maka kami menyarankan agar patroli dilakukan menumpang kapal atau perahu nelayan," katanya.
Jika dihitung kata Tajudin, sepanjang tahun 2020 aktivitas pemboman ikan, khususnya di pertengahan tahun terjadi sangat intens hampir setiap hari.
Modusnya, pelaku menumpang perahu mesin berkekuatan 15PK, seolah-olah memancing biasa hanya dengan menggunakan panah namun membawa kompresor dan menyisipkan botol yang dirakit menjadi bom.
"Kami mendeteksi para pelaku sebagian berasal dari wilayah Desa Buloila Kecamatan Sumalata," katanya.
Hasil tangkapan tersebut dijual lagi dengan harga standar atau sama dengan harga pasar.
Hanya saja ikan yang dibom, mudah dikenali dari ciri-ciri fisiknya yaitu tulang menjadi lembek karena patah, juga sisik-sisiknya nampak berantakan.
Pemerintah desa sendiri sudah lebih dari 10 kali di awal tahun ini, menemukan aktivitas pemboman ikan.
"Kami bahkan memperingatkan tegas namun berharap pemerintah daerah lebih tegas lagi termasuk meminta patroli bersama untuk menertibkan sebab dampak pemboman cukup luas, merusak habitat ikan, terumbu karang, bibit ikan dipastikan mati dan perekonomian nelayan melemah," ucapnya.
Di Desa Topi, tercatat 34 orang nelayan dari 648 jiwa berprofesi sebagai nelayan tangkap tradisional dan benar-benar menjadi sumber penghidupan.
Mereka harus terpinggirkan dengan aktivitas pemboman ikan, juga dari alat tangkap yang digunakan para nelayan berasal dari Sulawesi Tengah yang mestinya digunakan di wilayah 60 mil dari darat.***