Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Ganip Warsito menegaskan, jumlah daerah aliran sungai di Indonesia yang kritis terus mengalami peningkatan setiap tahun.
"Dari data yang ada setiap tahun lahan kritis di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan perubahan drastis pada daerah aliran sungai atau DAS sebagai penjaga siklus hidrologis," kata Ganip di Ambon, Rabu.
Dikatakan, pada tahun 1984 jumlah DAS yang kritis 22, tahun 1994 meningkat menjadi 39 DAS kritis, kemudian tahun 1998 melonjak menjadi 62 DAS kritis dan tahun 2016 meningkat tajam menjadi 106 DAS kritis.
Jumlah lahan kritis sekitar DAS yang terus mengalami peningkatan dapat berdampak terhadap kehidupan manusia, antara lain berkurangnya suplai air untuk wilayah hilir, timbulnya bahaya banjir di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Terjadi erosi dan sedimentasi di badan sungai, pencemaran air minum dan air sungai, serta keterbatasan pangan di wilayah hulu sehingga menjadi penyebab terjadinya kemiskinan dan keterbatasan energi.
Selain itu, terjadi degradasi dalam pelestarian lingkungan dan keterbatasan ruang yang dapat mengakibatkan korban jiwa dan kerugian secara sosial dan ekonomi bila terjadi bencana.
Menurutnya, menghadapi dinamika pembangunan yang terjadi saat ini, maka tantangan penanggulangan bencana yang dihadapi bangsa Indonesia akan terus terjadi di masa depan. "Kondisi ini timbul karena wilayah Indonesia berada dalam kawasan rawan bencana, dan akan terus berulang serta terjadi di tengah meningkatnya pertumbuhan penduduk di Tanah Air," ujarnya.
"Dari data yang ada setiap tahun lahan kritis di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan perubahan drastis pada daerah aliran sungai atau DAS sebagai penjaga siklus hidrologis," kata Ganip di Ambon, Rabu.
Dikatakan, pada tahun 1984 jumlah DAS yang kritis 22, tahun 1994 meningkat menjadi 39 DAS kritis, kemudian tahun 1998 melonjak menjadi 62 DAS kritis dan tahun 2016 meningkat tajam menjadi 106 DAS kritis.
Jumlah lahan kritis sekitar DAS yang terus mengalami peningkatan dapat berdampak terhadap kehidupan manusia, antara lain berkurangnya suplai air untuk wilayah hilir, timbulnya bahaya banjir di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Terjadi erosi dan sedimentasi di badan sungai, pencemaran air minum dan air sungai, serta keterbatasan pangan di wilayah hulu sehingga menjadi penyebab terjadinya kemiskinan dan keterbatasan energi.
Selain itu, terjadi degradasi dalam pelestarian lingkungan dan keterbatasan ruang yang dapat mengakibatkan korban jiwa dan kerugian secara sosial dan ekonomi bila terjadi bencana.
Menurutnya, menghadapi dinamika pembangunan yang terjadi saat ini, maka tantangan penanggulangan bencana yang dihadapi bangsa Indonesia akan terus terjadi di masa depan. "Kondisi ini timbul karena wilayah Indonesia berada dalam kawasan rawan bencana, dan akan terus berulang serta terjadi di tengah meningkatnya pertumbuhan penduduk di Tanah Air," ujarnya.
Ganip yang berada di Ambon dalam rangka menghadiri puncak peringatan Bulan pengurangan risiko bencana (PRB) 2021 yang dipusatkan di Kota Ambon menyatakan, tidak semua ancaman bencana yang dihadapi dapat dicegah.
Ancaman geologi berupa gempa bumi, tsunami, erupsi gunung berapi, puting beliung merupakan jenis ancaman bencana yang sulit diprediksi karena terjadi secara tiba-tiba.
Sedangkan ancaman bencana yang dapat dicegah yakni bencana yang terkait dengan daya dukung lingkungan seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan.
Berbicara daya dukung lingkungan maka sangat terkait dengan kebijakan pembangunan dan implementasinya, maupun kebiasaan dan budaya masyarakat serta kerentanan bencana lainnya.
Menyadari akan pentingnya sungai bagi kehidupan manusia, maka aktivitas pengelolaan dan pelestarian sungai menjadi penting untuk dilakukan secara terus menerus.
Ganip Warsito mengapresiasi gerakan yang telah dan akan terus dilakukan Pemprov Maluku bersama 44 komunitas peduli sungai (KPS) yang ada dalam merawat serta melestarikan sungai dan lingkungan sekitar secara konsisten.
Ganip Warsito mengapresiasi gerakan yang telah dan akan terus dilakukan Pemprov Maluku bersama 44 komunitas peduli sungai (KPS) yang ada dalam merawat serta melestarikan sungai dan lingkungan sekitar secara konsisten.
Pelestarian sungai perlu dilakukan melalui koordinasi yang kuat, kampanye pelestarian lingkungan hidup, identifikasi dan analisa DAS yang membutuhkan perhatian lebih serius dan menjadi prioritas penanganan, terwujudnya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat serta pemilihan tanaman ekologis bernilai ekonomis.
"Semua ini dilakukan sebagai upaya mitigasi di sekitar wilayah DAS. Apa yang dilakukan sekarang adalah untuk pengurangan risiko bencana. Artinya kita melakukan mitigasi dan pencegahan apabila terjadi bencana," ujarnya.
Kepala BNPB yang didampingi Gubernur Maluku Murad Ismail pada Selasa menyerahkan penghargaan kepada 44 KPS di provinsi Maluku, berdialog dengan anggota KPS, menyaksikan simulasi kebencanaan berbasis masyarakat.
Selain itu, peninjauan pameran kebencanaan dan lingkungan hidup yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan Bulan PRB tahun 2021.
Sedangkan pada Selasa Ganip bersama pimpinan BNPB, dan Kepala BPBD seluruh Indonesia akan melakukan penanaman ribuan anakan kayu jati di kawasan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, serta memimpin puncak peringatan Bulan PRB 2021.