DPP PDI Perjuangan menggelar tabur bunga untuk memperingati peristiwa penyerangan Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996 yang disebut Kerusuhan Duapuluh Tujuh Juli alias Kudatuli di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, Rabu.
Acara tabur bunga itu dipimpin Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, bersama Ketua DPP PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning, Yanti Sukamdani, dan dihadiri mantan tim pembela PDI Perjuangan, Tumbu Saraswati, anggota DPR, Nyoman Parta, serta puluhan keluarga korban yang biasa disebut Forum Komunikasi Kerukunan.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Kemudian Kristiayanto dan Tjiptaning memberikan orasi untuk mengenang peristiwa yang kerap disebut Kudatuli atau Sabtu Kelabu.
Perempuan politikus ini menyebut saat itu ada dukungan masyarakat yang memberi kekuatan terhadap Megawati Soekarnoputri melawan kekuatan Orde Baru. Megawati dalam Kongres PDI di Surabaya pada 1993 terpilih sebagai ketua umum partai politik itu.
"Kita sekarang masuk tahun ke-26 memperingati Kudatuli. DPP PDI Perjuangan menginginkan terus usut kasus ini. Kita juga sudah ke Komnas HAM. Kita minta jangan hanya bawahan pelaksana saja yang ditangkap tetapi aktor intelektualnya, apapun pangkatnya. Mereka semua masih berkeliaran tanpa proses hukum. Maka hari ini kita tabur bunga sama Pak Sekjen," ucap dia, dalam siaran persnya.
Kristiyanto mengatakan, mereka tak pernah melupakan satu peristiwa yang sangat penting yang mana 27 Juli 1996 sebenarnya merupakan suatu rangkaian yang sangat panjang.
"Kita tahu peristiwa 1965 mengubah sejarah kita, dan sampai sekarang sisi gelap 1965 masih saja terjadi. Dimana rakyat Indonesia karena intervensi kekuatan neo kolonialisme dan imperialisme yang kemudian melengserkan Bung Karno dengan segala cara," kata dia.
Bung Karno yang perjuangannya berhasil membebaskan bangsa-bangsa Asia Afrika dan Amerika Latin menakutkan kaum imperialis karena daya imajinasi dan kepemimpinannya.
"Terlebih ketika Bung Karno mendapat gelar pendekar dan pembebas bangsa Islam, serta akan memberi hadiah Bom Atom kepada ABRI agar Indonesia semakin berperan penting bagi perdamaian dunia. Apa yang dilakukan Bung Karno menakutkan kemapanan kaum kolonialisme dan imperialisme," kata dia.
Pria asal Yogyakarta itu pun mengurai rangkaian kisah yang memicu kasus 27 Juli.
"Pada momentum yang sangat tepat ketika intervensi kekuasaan selalu hadir dalam peristiwa kongres PDI semua diatur oleh kekuasaan. Dari Asrama Haji Surabaya itu pada momentum yang sangat kritis, hadirlah Ibu Megawati memimpin gerakan moral rakyat. Itulah momentum yang Ibu Mega sering ceritakan kepada saya, bagaimana sebelum kongres dibubarkan," katanya.
Kemudian, Megawati mengambil momentum dan mengatakan: "Secara de facto saya adalah ketua umum PDI".
"Itulah cikal bakal perlawanan kekuatan arus bawah, karena pada sampai detik ini akibat proses intervensi Orde Baru adalah tradisi perlawanan," jelasnya.
Dia pun menyinggung berbagai upaya dalam menggagalkan kepemimpinan Megawati.
"Maka pada akhirnya puncaknya dilakukan suatu rekayasa politik secara paksa. Ibu Mega sebagai ketua umum yang sah pada tanggal 27 Juli 1996 melihat bagaimana kantor partai ini diserang secara brutal dan kemudian timbul korban jiwa dan itu titik yang sangat gelap dalam demokrasi kita bagaimana pemerintahan menyerang parpol yang sebenarnya sah di mata hukum dan di mata rakyat," lanjut dia.
Oleh karena itu, peringatan ini sangat penting untuk melakukan doa bersama kepada Tuhan agar para arwah yang telah menjadi korban, yang dikorbankan dalam peristiwa 27 Juli 1996 ditempatkan di surga, di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.
Peristiwa 27 Juli terus dituntut agar kebenaran ditegakkan dan hukum ditegakkan.
"Esensinya yang paling berkeadilan, menghukum siapapun yang telah melakukan suatu skenario yang telah menciptakan tragedi kemanusiaan yang begitu kelam dalam sejarah demokrasi kita," kata Hasto.
"Peristiwa 27 Juli suatu basis kekuatan moral tentang politik yang disampaikan Ibu Mega. Politik yang menyatu dengan kekuatan rakyat itu sendiri, karena itulah esensi dari kekuatan PDI Perjuangan," tambahnya.
Ia pun mengajak mengheningkan cipta sejenak. Kemudian, sambil menyanyikan lagu Gugur Bunga, Kristiyanto, Tjiptaning bersama semua yang hadir menaburkan bunga di sekeliling Kantor DPP PDI Perjuangan.
"Kita sekarang masuk tahun ke-26 memperingati Kudatuli. DPP PDI Perjuangan menginginkan terus usut kasus ini. Kita juga sudah ke Komnas HAM. Kita minta jangan hanya bawahan pelaksana saja yang ditangkap tetapi aktor intelektualnya, apapun pangkatnya. Mereka semua masih berkeliaran tanpa proses hukum. Maka hari ini kita tabur bunga sama Pak Sekjen," ucap dia, dalam siaran persnya.
Kristiyanto mengatakan, mereka tak pernah melupakan satu peristiwa yang sangat penting yang mana 27 Juli 1996 sebenarnya merupakan suatu rangkaian yang sangat panjang.
"Kita tahu peristiwa 1965 mengubah sejarah kita, dan sampai sekarang sisi gelap 1965 masih saja terjadi. Dimana rakyat Indonesia karena intervensi kekuatan neo kolonialisme dan imperialisme yang kemudian melengserkan Bung Karno dengan segala cara," kata dia.
Bung Karno yang perjuangannya berhasil membebaskan bangsa-bangsa Asia Afrika dan Amerika Latin menakutkan kaum imperialis karena daya imajinasi dan kepemimpinannya.
"Terlebih ketika Bung Karno mendapat gelar pendekar dan pembebas bangsa Islam, serta akan memberi hadiah Bom Atom kepada ABRI agar Indonesia semakin berperan penting bagi perdamaian dunia. Apa yang dilakukan Bung Karno menakutkan kemapanan kaum kolonialisme dan imperialisme," kata dia.
Pria asal Yogyakarta itu pun mengurai rangkaian kisah yang memicu kasus 27 Juli.
"Pada momentum yang sangat tepat ketika intervensi kekuasaan selalu hadir dalam peristiwa kongres PDI semua diatur oleh kekuasaan. Dari Asrama Haji Surabaya itu pada momentum yang sangat kritis, hadirlah Ibu Megawati memimpin gerakan moral rakyat. Itulah momentum yang Ibu Mega sering ceritakan kepada saya, bagaimana sebelum kongres dibubarkan," katanya.
Kemudian, Megawati mengambil momentum dan mengatakan: "Secara de facto saya adalah ketua umum PDI".
"Itulah cikal bakal perlawanan kekuatan arus bawah, karena pada sampai detik ini akibat proses intervensi Orde Baru adalah tradisi perlawanan," jelasnya.
Dia pun menyinggung berbagai upaya dalam menggagalkan kepemimpinan Megawati.
"Maka pada akhirnya puncaknya dilakukan suatu rekayasa politik secara paksa. Ibu Mega sebagai ketua umum yang sah pada tanggal 27 Juli 1996 melihat bagaimana kantor partai ini diserang secara brutal dan kemudian timbul korban jiwa dan itu titik yang sangat gelap dalam demokrasi kita bagaimana pemerintahan menyerang parpol yang sebenarnya sah di mata hukum dan di mata rakyat," lanjut dia.
Oleh karena itu, peringatan ini sangat penting untuk melakukan doa bersama kepada Tuhan agar para arwah yang telah menjadi korban, yang dikorbankan dalam peristiwa 27 Juli 1996 ditempatkan di surga, di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.
Peristiwa 27 Juli terus dituntut agar kebenaran ditegakkan dan hukum ditegakkan.
"Esensinya yang paling berkeadilan, menghukum siapapun yang telah melakukan suatu skenario yang telah menciptakan tragedi kemanusiaan yang begitu kelam dalam sejarah demokrasi kita," kata Hasto.
"Peristiwa 27 Juli suatu basis kekuatan moral tentang politik yang disampaikan Ibu Mega. Politik yang menyatu dengan kekuatan rakyat itu sendiri, karena itulah esensi dari kekuatan PDI Perjuangan," tambahnya.
Ia pun mengajak mengheningkan cipta sejenak. Kemudian, sambil menyanyikan lagu Gugur Bunga, Kristiyanto, Tjiptaning bersama semua yang hadir menaburkan bunga di sekeliling Kantor DPP PDI Perjuangan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PDI Perjuangan gelar tabur bunga peringati peristiwa Kudatuli