Hamilton, Kanada (ANTARA) - Haiti tengah terjebak dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat peningkatan kekerasan oleh geng-geng bersenjata, yang mengancam otoritas negara, kata seorang pejabat PBB pada Rabu (20/11).
"Haiti berada di persimpangan yang mengkhawatirkan," ujar Miroslav Jenca, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Eropa, Asia Tengah, dan Amerika, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB.
"Kekerasan ekstrem oleh geng-geng bersenjata terus melemahkan otoritas negara dan menjadi ancaman serius bagi rakyat Haiti serta perdamaian dan keamanan internasional di kawasan ini, dan tanpa tanda-tanda perbaikan," kata Jenca menambahkan.
Jenca menegaskan bahwa situasi saat ini di Haiti "bukan sekadar gelombang ketidakamanan biasa, tetapi eskalasi dramatis yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda."
Ia mencatat bahwa ketidakstabilan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, dengan perkiraan 85 persen wilayah ibu kota, Port-au-Prince, kini berada di bawah kendali geng.
Menurutnya, kelompok-kelompok bersenjata tersebut telah mengepung kota, "menyerang gedung-gedung pemerintah dan infrastruktur, serta menggunakan kekerasan ekstrem, termasuk kekerasan seksual, sebagai senjata untuk menundukkan masyarakat."
Jenca juga menyoroti dampak kemanusiaan yang parah, dengan lebih dari 20.000 orang mengungsi hanya dalam waktu empat hari di bulan ini, menambah jumlah hampir 700.000 orang yang kehilangan tempat tinggal akibat kekerasan sepanjang 2024.
Ia mengkritik kurangnya pendanaan untuk Rencana Tanggap Kemanusiaan PBB senilai 674 juta dolar AS (sekitar Rp10,7 triliun), yang saat ini baru terpenuhi 43 persen.
Mengenai misi Multinational Security Support (MSS) yang dipimpin Kenya, Jenca mencatat bahwa hanya 400 personel yang telah dikerahkan dari rencana total 2.500.
Tanpa dukungan internasional tambahan, Jenca memperingatkan bahwa Haiti berisiko mengalami "kehancuran total otoritas negara."
"Akibat seperti itu tidak dapat diterima bagi rakyat Haiti, yang sudah terlalu banyak menderita," tambahnya, sambil mendesak komunitas internasional untuk meningkatkan bantuan keamanan dan menghentikan aliran gelap narkoba, senjata, dan amunisi yang memicu kekerasan geng.
Dengan populasi lebih dari 11 juta jiwa, Haiti menghadapi tantangan berat, termasuk ketidakstabilan politik, kekacauan ekonomi, dan krisis keamanan yang semakin parah.
Menurut Kantor Terpadu PBB untuk Haiti, kekerasan oleh geng bersenjata telah menewaskan 3.900 orang sejak awal tahun ini.
Lonjakan kekerasan juga menyebabkan perubahan politik signifikan. Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri pada April lalu, yang kemudian mendorong pembentukan dewan transisi.
Garry Conille ditunjuk sebagai perdana menteri pada 28 Mei, tetapi digantikan oleh pengusaha Alix Didier Fils-Aimé pada 11 November berdasarkan keputusan dewan transisi tersebut.
Sumber: Anadolu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Haiti di persimpangan krisis, PBB serukan tindakan mendesak