Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Ratusan korban banjir di Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo masih menempati sejumlah posko pengungsian, meskipun banjir bandang mulai surut.
"Kami hanya pulang ke rumah pada siang hari untuk membersihkan rumah, kemudian kembali ke posko pengungsian untuk tidur. Rumah kami belum layak ditempati," ujar salah seorang warga Desa Rejonegoro, Abdurahman Hasan di Boalemo, Minggu.
Menurut dia sebagian besar rumah warga masih tergenang air dan lumpur. Alasan lainnya adalah kemungkinan banjir susulan datang menerjang desa tersebut, karena di bagian hulu masih hujan deras dan adanya tanggul yang jebol.
"Sekarang saja di beberapa titik ketinggian air justru bertambah, ini membuat kami tidak serta merta balik dan tinggal di rumah masing-masing," ungkapnya.
Ia bersama ratusan warga lainnya masih menempati dua posko, satu berada di Kantor Desa Rejonegoro dan kedua adalah posko yang didirikan Dompet Dhuafa.
Di kantor desa tersebut, warga menggunakan alas seadanya yakni tikar bantuan dari penyumbang serta makanan yang dimasak bersama-sama oleh pengungsi.
Perempuan bersama anak-anak menempati bagian dalam kantor, sedangkan laki-laki tidur di tenda pengunsian yang dibangun Badan Nasional Penangulangan Bencana.
Desa Rejonegoro merupakan wilayah yang terdampak banjir paling parah di Boalemo, dengan korban banjir 175 Kepala Keluarga (KK) atau 599 jiwa dan 60 di antaranya adalah balita.
Sebagian rumah warga di desa tersebut terendam banjir setinggi satu hingga 2,5 meter, akibat meluapnya Sungai Paguyaman sejak Rabu malam (26/10).
Bendahara Desa Rejonegoro, Tisnawaty Pakaya mengatakan masih ada korban banjir yang tidak tidur di posko, karena merasa lebih aman bila mengawasi rumahnya dari tempat yang aman dari banjir.
Sementara itu, berdasarkan pantauan di area bantaran Sungai Paguyaman, warga masih mendirikan tenda seadanya di sebuah tanggul karena lokasinya dianggap masih relatif aman.
"Semua barang habis terendam, pakaian satu-satunya hanya yang kami pakai ini. Yang paling sulit kami rasakan adalah air minum, kami tidak bisa memasak air karena alat masak hanyut juga," ungkap warga di bantaran sungai, Nino Kasim (70).