Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Seiman di sini bukan khusus berarti satu atau
sama iman dalam pengertian agama atau keyakinan. Seiman di sini adalah
singkatan "Sistem Ekonomi Indonesia Maju Nyata" ciptaan Pendeta
Solagratia Setiawibawa Lumy yang lebih dikenal dengan panggilan Pak
Lumy.
Memang, sistem ekonomi ala Lumy ini tidak bisa dipisahkan, bahkan
bersumber iman, yakni iman partikular yang dikembangkan menjadi iman
universal. Maklum, pencetusnya seorang pendeta Kristen yang giat
melakukan pelayanan di luar struktur gereja: seluruh dunia dianggapnya
sebagai tempat beribadah.
Anggapan itu sama dengan pendapat sebuah aliran pemikiran dalam
Islam bahwa seluruh alam semesta ini adalah "tajali" atau
pengejawantahan Allah. Aliran lain dalam Islam mengingatkan, Allah tidak
bisa dibandingkan dengan apa pun, termasuk seluruh alam raya dan
isinya. Tuhan lebih dari semuanya. Tidak terhingga.
Lumy berpendapat, seluruh manusia adalah satu keluarga besar, karena
sama-sama ciptaan Tuhan. Karena itu, kapitalisme Pancasila perlu hadir
untuk mengganti asas keuangan yang diterapkan dalam kapitalisme "BOB
ASU" (Biar Orang Lain Buntung, Asal Saya Untung) dengan asas
kekeluargaan. "One family, one share, not one man, one vote" (satu
keluarga, satu saham, bukan satu orang, satu suara), tulisnya.
Prinsip "win-win" atau saling menguntungkan harus menggantikan
prinsip kapitalisme yang ganas "survival of the fittest". Prinsip homo
homini socious (manusia makhluk sosial) harus menggusur prinsip homo
homini lupus (setiap manusia adalah serigala bagi lainnya). High quality
of society (kualitas sosial yang tinggi) diperlukan untuk membentuk
high quality of personality (kepribadian yang tinggi).
"Hubungan dengan Tuhan diwujudkan secara nyata dalam kehidupan
keseharian," tegasnya. Karena itu, diusulkan Sistem Ekonomi Indonesia
Maju Nyata (SEIMAN).
Rakyat perlu model pembangunan yang bottom up (dari bawah ke atas)
dalam wujud desa koperasi paripurna bermodal awal uang pajak (APBN).
Desa model ini dianggap Lumy paling pas sebagai sarana untuk mewujudkan
manusia Pancasila, yang adil dan makmur secara fisik dan spiritual.
Manusia Pancasila, menurut dia, adalah manusia sebagai cerminan
Tuhan (homo imago Dei, Khalifatullah, Hukum Kasih) dan gagasan Desa
Koperasi Paripurna adalah suatu ikhtiar untuk menggambarkan desa
peringkat IV dari jenjang desa yang ada dan diperkenalkan sebagai: 1.
Desa Swadaya, 2. Desa Swakarya, dan 3. Desa Swasembada.
e-Koperasi SEIMAN
Lumy melihat, sampai usia RI 55 tahun, masyarakat Pancasila belum
mewujud. Ia menempuh jalan panjang dan rumit, jatuh-bangun, untuk
mewujudkan SEIMAN.
Ia mula-mula mendirikan Yayasan Gotong Royong tahun 1960-an, 1972
mendirikan Yayasan Kampus Diakona Modern, 1980 melakukan studi Desa
Koperasi, 1995 konsep Desa Pancasila, 1997 Komunitas Sahabat Anak dan PT
PUIM, Kapitalisme Pancasila, 1998 konsep Desa Koperasi Paripurna.
Tahun 2002, ia wafat. Perjuangan dilanjutkan oleh anak-anaknya.
Tahun 2005 didirikan PT IMAN, 2008 PT WAL (Wisata Alam Lestari), 2009 PT
IMAN TI, dan 2015 e-Koperasi IMAN.
e-Koperasi IMAN adalah rumah Keluarga Besar Indonesia yang berbasis
elektronik untuk mewujudkan manusia sebagai makhluk mulia cipataan Tuhan
Yang Maha Esa, yang hidup sejahtera bersama melalui SEIMAN berdasarkan
Pancasila dengan Harkat (harga diri dan bakat-bakat) manusia sebagai
modal utama, dilengkapi dengan modal ekonomi, sosial (nilai-nilai,
kepercayaan, jaringan solidaritas) dan modal teknologi.
Utopia? Begitulah pendapat sejumlah pengamat, termasuk ekonom
senior, tentang Kapitalisme Pancasila. Tapi itulah Lumy, manusia
idealis, religius, humanis dan Pancasilais yang pantang menyerah.
Penampilannya sederhana dengan jenggot putihnya yang dibiarkan
memanjang. Suaranya khas: keras, meledak-ledak.
e-Koperasi SEIMAN berpusat di sebuah ruko di Jatiwaringin Junction,
di samping jalan tol Jakarta-Cikampek, dipimpin Gardi (Gildas Deograt)
Lumy, ahli TI (teknologi informatika) lulusan Perancis. Salah satu usaha
koperasi itu adalah cafe Indonesia Maju Nyata.
Gardi keluar dari pekerjaannya yang bergaji bagus di perusahaaan
asing. Ia mendirikan PT IMAN TI yang bergerak di bidang keamanan siber
(cyber-security). Kliennya termasuk sejumlah lembaga pemerintah. Karena
tidak tahan dengan "permainan" tender, sambil tetap menekuni IT, ia
membuka warung kopi (cafe) sesuai keyakinan yang diwariskan ayahnya.
Sementara itu, di Ragunan, Jakarta Selatan, Kampus Bisnis Umar
Usman (UU), mitra-binaan Dompet Dhuafa, sejak tiga tahun terakhir
mengembangkan Prophetic Socio-Technopreneurship atau kewirausahaan
profetik (kenabian) yang berjiwa sosial dengan memanfaatkan teknologi
(digital) untuk mendidik pengusaha Islami yang meneladani akhlak mulia
Rasulullah, Muhamad SAW.
"Kuliah satu tahun, jadi pengusaha" adalah motto UU. Kurikulumnya:
30 persen teori dan 70 persen praktik (jualan, buka usaha). Belajar
keras sambil bekerja (learning by doing) disertai disiplin beribadah
(sholat tepat waktu, berdzikir dan sholat Dhuha). Alhamdulillah, jumlah
peminat membeludak, termasuk mereka yang sudah menyandang gelar S1 dari
perguruan tinggi terkenal.
Pendidikan yang mengutamakan pembangunan karakter dan keterampilan
praktis nampaknya sangat diperlukan. Dan, kekurangan jumlah pengusaha
berkualitas andal secara akal dan spiritual adalah penyebab tak kunjung
mewujudnya masyarakat maju dan sejahtera, adil dan makmur, di negeri
ini.
----------------------------
*Penulis adalah wartawan senior, pengamat media, Pemimpin Umum/Pemimpin
Redaksi LKBN ANTARA periode 1998-2000, dan Direktur Utama Radio Republik
Indonesia (RRI) periode 2005-2010.
Perjalanan panjang menuju "SEIMAN"
Jumat, 18 November 2016 21:55 WIB