Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat meluruskan pemberitaan soal relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang disebut Presiden Prabowo Subianto dalam sarasehan ekonomi di Jakarta, Selasa (8/4).
Ia menjelaskan bahwa relaksasi TKDN yang dibicarakan Prabowo merujuk pada barang modal, bukan untuk barang konsumsi.
"Jadi yang kita tangkap itu bukan TKDN barang konsumsi tetapi barang modal yang kita perlu waktu panjang untuk membuatnya," kata Jumhur dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia memberikan contoh, jika pelaku usaha mengimpor mesin untuk produksi yang bisa menyerap tenaga kerja dan hasilnya bisa dijual untuk ekspor maupun di dalam negeri, maka TKDN tidak perlu kaku harus berapa persen.
“Kalau perlu 100 persen buatan luar negeri tidak masalah sepanjang dari mesin itu bisa diserap banyak tenaga kerja, dan produksinya bisa dijual untuk mendapatkan keuntungan,” jelasnya.
Semangat pengaturan TKDN, lanjut Jumhur, adalah untuk barang konsumsi atau barang yang sudah bisa dibuat di dalam negeri agar diutamakan.
Sebagai contoh, jika ada kantor kementerian/lembaga (K/L) atau pihak yang membutuhkan printer, maka harus diprioritaskan yang sudah diproduksi di dalam negeri, bukan printer impor.
"Jadi untuk barang konsumsi atau barang yang dipakai untuk kegiatan rutin apalagi dalam jumlah besar, sejauh mungkin harus mengikuti aturan TKDN," tegas Jumhur.
Tapi untuk barang modal yang bisa memberikan nilai tambah untuk produksi barang-barang dan bisa menyerap banyak tenaga kerja, Jumhur mengingatkan jangan terlalu sulit atau rigid pengaturan TKDN-nya.
Dirinya mengingatkan bahwa jangan sampai ada yang mau mengembangkan industri yang pasarnya sudah ada, tenaga kerjanya sudah ada, nilai tambah sudah terhitung, tapi sulit berproduksi karena terkendala aturan TKDN tersebut.
"Dalam posisi itu saya sama dengan Presiden Prabowo soal TKDN," ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KSPSI luruskan relaksasi TKDN merujuk pada barang modal