"Menyatakan, terdakwa La Nyalla Mahmud Mattalitti tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pindana korupsi. Membebaskan terdakwa dari kedua dakwaan di atas," kata ketua majelis hakim Sumpeno di Jakarta, Selasa.
"Memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari dalam tahanan dan mengembalikan nama baik, harkat dan martabat terdakwa La Nyalla Mahmud Mattaliti," katanya.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut hakim menjatuhkan hukuman enam tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp1,1 miliar kepada La Nyalla karena mengorupsi dana hibah pengembangan ekonomi Provinsi Jawa Timur sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp26,654 miliar.
Tuntutan itu disampaikan berdasarkan dakwaan subsider menggunakan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No.31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Baslin Sinaga, Mas'ud, Sigit dan Anwar menyatakan bahwa La Nyalla tidak terbukti merugikan keuangan negara.
Hakim menyatakan penyelewengan hibah merugikan keuangan negara hingga Rp26,5 miliar sudah dipertanggungjawabkan oleh saksi Diar Kusuma Putra (Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Jaringan Usaha Antar Kadin Jatim) dan Nelson Sembiring (Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kadin Jatim) yang sudah diputus perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya.
Baca Juga :Hakim tolak eksepsi La Nyalla Mattalitti
"Sehingga jelaslah terdakwa La Nyalla tidak pernah dilibatkan dalam perkara dana hibah tersebut, sehingga kerugian negara Rp26,5 miliar tidak dapat lagi dimintakan pertanggungjawabannya kepada terdakwa La Nyalla karena sudah ditanggung oleh Diar dan Nelson," kata anggota majelis hakim, Sigit.
Sedangkan mengenai keuntungan Rp1,1 miliar yang menurut tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur berasal dari hasil penjualan saham IPO Bank Jatim yang pembelian dananya disebut menggunakan dana hibah, hakim mengatakan uang pembelian saham itu sudah dikembalikan.
Hakim mengutip keterangan saksi Diar dan Nelson yang menyatakan uang dari dana hibah itu sudah dikembalikan pada 2012 tapi tidak dibuat kuitansi resmi, hanya dengan catatan kecil.
"Saksi Diar menyatakan terdakwa diminta untuk melengkapi administrasi karena ada yang telah ketelingsut," kata anggota majelis hakim Mas'ud.
Pengembalian dana untuk pembelian saham Rp5,3 miliar itu dilakukan dalam lima tahap, namun tidak tercatat dalam pembukuan dan tidak ada bukti.
Baca Juga : Kejagung dukung penyidikan kasus dugaan korupsi Kadin Jatim
"Kadin Jatim administrasinya tidak tertib bahkan buruk. Kadin Jatim yang menyalahgunakan dana hibah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp26,5 miliar. Berdasarkan keterangan dan tiga alat bukti yang sah, majelis hakim berkeyakinan uang Rp5,3 miliar telah benar dikembalikan ke Kadin Jatim," kata Mas'ud.
"Berdasarkan pendapat ahli, uang Rp5,3 miliar tersebut juga sudah termasuk yang dipertanggungjawabkan saksi Diar dan Nelson dan uang yang dikembalikan tidak dikembalikan ke rekening tapi langsung digunakan untuk kegiatan Kadin," katanya.
Sedangkan mengenai bukti materai tempel Surat Pengakuan Utang yang seolah-olah dilakukan pada 9 Juli 2012, padahal materai baru dicetak oleh Perum Peruri pada 11 Juni 2014, hakim menilai itu hanya urusan administrasi.
"Materai tempel yang tidak sesuai tahun pembuatannya karena catatan ketlingsut atau hilang hanyalah bersifat administrasi, sehingga menurut majelis hakim, unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain tidak dapat dibuktikan," kata hakim Mas'ud.
Namun, dua hakim anggota yang merupakan hakim ad-hoc menyatakan pendapat yang berbeda.
"Dana hibah tidak dibenarkan untuk digunakan di luar kegunaan yang disusun dalam proposal. Di satu sisi, telah mendelegasikan, tapi di sisi lain terdakwa tetap memantau penggunaannya dan mendatangi anak buahnya, dengan demikian tedakwa tetap harus dimintai pertanggungjawabannnya," kata hakim Sigit.
Apalagi ada keuntungan Rp1,1 miliar dari hasil penjualan saham IPO Bank Jatim yang harus dikembalikan kepada negara karena diperoleh dari dana yang berasal dari negara.
"Pengembalian uang Rp5,3 miliar tidak menghapuskan penyimpangan yang telah dilakukan. Terdakwa juga mengetahui dana hibah Kadin pernah dipinjam untuk Persebaya yang tidak masuk dalam proposal kegiatan. Terdakwa juga kerap mengeluarkan cek kosong sehingga terdakwa tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan Kadin," tambah hakim Sigit.
Selain itu, salah satu saksi mengungkapkan bahwa untuk menghilangkan kesalahan La Nyalla utang dana IPO Jatim diubah menjadi pinjaman klub Persebaya.
"Ini membuktikan terdakwa terlibat. Terdakwa harus turut bertanggung jawab karena turut mengelola uang negara. Terdakwa lalai atau abai dalam pengelolaan dana hibah sehingga menguntungkan orang lain sehingga merugikan negara," ungkap hakim Sigit.
Atas putusan tersebut, jaksa I Made Suarnawan menyatakan pikir-pikir.
Terkait perkara ini, Nelson Sembiring sudah divonis hukuman lima tahun dan delapan bulan penjara sedangkan Diar Kusuma Putra dihukum satu tahun dan dua bulan penjara.