Kendari (ANTARA GORONTALO) - Produksi ferronikel dan stainless steel di
provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) bakal
setara Eropa Barat, kata Menperin Airlangga Hartarto.
"Dua
provinsi ini memiliki klaster ferro nikel yang besar," ujarnya usai
kunjungan kerja ke kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, dan Forum
Group Discussion (FGD) di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu.
Ia
menjelaskan seiring dengan kebijakan pemerintah terkait hilirisasi
industri termasuk hasil tambang seperti yang diamanatkan Undang-Undang
Nomor tentang Mineral dan Batu Bara, maka produsen barang tambang harus
melakukan pengolahan dan pemurnian atau smelter barang tambang yang
dihasilkan sebelum diekspor ke luar negeri.
"Saat ini sudah ada
22 industri smelter yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Industri
Pengolahan dan Pemurnian Indonesia, yang 75 persen telah beroperasi
secara komersial," katanya.
Airlangga menilai hal itu merupakan
bukti keseriusan perusahaan dalam mendorong industri baru di bidang
pengolahan dan pemurnian atau smelter hasil tambang, yang telah menyerap
investasi hingga 12 miliar dolar AS.
Ia menyebut Sulawesi
terutama Sultra dan Sulteng merupakan sentra produksi nikel terbesar.
Ada dua industri baru smelter ferronikel yang sudah beroperasi di
Kawasan Industri Morowali, Sulteng, yaitu PT Sulawesi Mining Investment
yang berkapasitas produksi sebesar 300 ribu ton per tahun.
"Tahun 2015 perusahaan itu telah menghasilkan nickel pig iron sebanyak 215.784,11 ton," katanya.
Selain
itu ada PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry
yang juga telah beroperasi pada awal 2016 dengan kapasitas produksi 600
ton per tahun. Tahun 2016 perusahaan asal Tiongkok itu melaporkan
produksi ferronikel sebesar 193.806 ton.
Kemudian ada dua
industri sejenis yang masih dalam tahap pembangunan yaitu PT Indonesia
Tsingshan Stainless Steel dengan kapasitas produksi 600 ribu ton
ferronikel per tahun dan satu juta stainless stell per tahun, kemudian
ada PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome yang ditargetkan selesai
pembangunannya pada 2018.
Selain di Morowali (Sulteng), industri
smelter ferronikel terpadu juga sedang dibangun di kawasan industri
Konawe (Sultra), yang juga merupakan sentra produksi biji nikel.
"Masing-masing
provinsi akan memiliki kapasitas produksi ferronikel hingga dua juta
ton, itu sama dengan produksi di seluruh Eropa Barat," kata Airlangga.
Ia
berharap industri smelter hasil tambang tersebut mampu menggerakkan
perekonomian setempat, termasuk menumbuhkan industri kecil dan menengah
(IKM) baru, sehingga bisa memperluas lapangan kerja bagi masyarakat
sekitar.
"Kita (akan) memiliki industri ferronikel terpadu di
provinsi ini, sama dengan Krakatau Steel yang menghasilkan baja
terintegrasi, hanya produksinya (industri ferronikel sebagai bahan baku
stainless steel) bisa sampai garpu dan sendok," kata Airlangga.
Menperin: produksi ferronikel Sultra dan Sulteng setara Eropa Barat
Rabu, 11 Januari 2017 19:04 WIB