Gorontalo (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo meminta pemerintah daerah (pemda) menjunjung tinggi prinsip keadilan dan transparan dalam menggunakan anggaran.
Anggota Komisi II DPRD Gorontalo Utara Fitri Yusup Husain di Gorontalo, Sabtu mengatakan hal tersebut, dalam sejumlah catatan penting terhadap dokumen Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan Tahun Anggaran 2025 yang digelar dalam rapat pembahasan bersama pemerintah daerah.
Pihaknya menegaskan kata Fitri, pembahasan PPAS bukan sekadar rutinitas teknis, melainkan menyangkut arah pembangunan daerah ke depan. Sehingga dalam penggunaan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pemerintah daerah harus menerapkan kebijakan anggaran yang menjunjung prinsip keadilan, transparansi dan keberpihakan kepada masyarakat.
DPRD memberi perhatian pada pendapatan transfer daerah yang mengalami penurunan drastis. Pendapatan dari pemerintah pusat berkurang sebesar Rp95,4 miliar, sehingga total penurunan pendapatan transfer mencapai Rp91,84 miliar.
"Kami tentu mempertanyakan strategi konkret pemerintah daerah dalam menutup kekurangan ini tanpa membebani sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik," katanya.
Capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) pun belum menggembirakan. Hingga semester I Tahun 2025, realisasi PAD baru menyentuh Rp8,48 miliar atau 15,55 persen dari target Rp48,32 miliar.
Sementara pendapatan dari kategori lain-lain baru mencapai 3,53 persen. "Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian bersama. Apa yang sebenarnya menghambat optimalisasi pemungutan pendapatan daerah ? Ini perlu solusi dan langkah konkret," kata Fitri.
Pihaknya juga menyoroti lonjakan anggaran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) yang dinilai tidak proporsional.
Anggaran Kesbangpol meningkat dari Rp4,9 miliar menjadi Rp13,29 miliar, atau naik sekitar 200 persen dibandingkan anggaran induk.
"DPRD meminta penjelasan terbuka dan mendorong dilakukan audit atas kenaikan signifikan tersebut," katanya pula.
Dalam aspek belanja daerah, terlihat lambatnya realisasi anggaran sebagai persoalan yang perlu dibenahi. Mengingat hingga pertengahan tahun, belanja baru mencapai Rp300,78 miliar dari total anggaran Rp711,35 miliar atau sekitar 42 persen.
Fitri menyebut pola penyerapan seperti ini berisiko menyebabkan pelaksanaan program dilakukan terburu-buru di akhir tahun.
Selain itu terdapat perbedaan besar antara estimasi awal dan hasil audit terhadap Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Dari perkiraan Rp18,93 miliar, hasil audit BPK hanya menunjukkan Rp9,89 miliar.
"Mengapa bisa terjadi selisih hampir 50 persen? Ini menunjukkan perlunya pembenahan dalam metode perhitungan anggaran kita," kata Fitri.
Meski demikian, pihaknya menyatakan dapat menerima dokumen PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2025 dengan beberapa rekomendasi, seperti memberikan prioritas pada alokasi anggaran sektor pendidikan dan kesehatan. Melakukan recofusing terhadap program yang tidak mendesak dan mengalihkan ke program yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Pemda diminta membentuk Satgas PAD yang bekerja cepat, tepat dan tuntas. Serta melakukan audit terhadap kenaikan anggaran Kesbangpol.
Menyempurnakan metodologi proyeksi SiLPA dengan data riil. Termasuk menerapkan sistem peringatan dini untuk mengantisipasi lambatnya penyerapan anggaran.
"DPRD berharap APBD Perubahan Tahun 2025 diarahkan pada penguatan kualitas data, peningkatan efektivitas belanja dan penajaman prioritas kepada rakyat," katanya.
Sekretaris Daerah selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah Suleman Lakoro mengatakan pemerintah daerah memberi apresiasi terhadap atensi dan masukan konstruktif DPRD terhadap pengelolaan APBD.
