Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Kementerian Perindustrian ikut berperan aktif menghambat impor dan memberantas peredaran telepon seluler ilegal untuk melindungi industri dan keamanan konsumen dalam negeri, yang salah satunya dengan memantau seluruh ponsel dengan proses wajib pendaftaran tipe dan nomor identitas produk.
"Kami berencana melakukan kerja sama dengan Qualcomm untuk mengidentifikasi ponsel yang akan masuk maupun telah ada di Indonesia," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan tertulis Kemenperin, Sabtu.
Menurut dia, pengidentifikasian tersebut dimulai dari pemeriksaan nomor yang tercantum pada International Mobile Station Equipment (IMEI) di dalam perangkat ponsel.
"Kalau upaya ini bisa kita terapkan dengan baik, kerugian negara bisa dihilangkan akibat ponsel-ponsel yang ilegal," ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan Qualcomm, ponsel ilegal yang beredar di Indonesia berpotensi menghilangkan pendapatan negara sebesar 20 persen karena tidak ada pajak yang dipungut.
"Selain untuk mendapat angka kerugian dari ponsel ilegal, kerja sama ini juga diharapkan bisa menekan cybercrime yang terus meningkat,†ujar Airlangga.
Sementara itu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menyampaikan, perangkat ponsel ilegal yang beredar kian marak seiring dengan peningkatan kebutuhan teknologi di masyarakat.
“Maka kita pelajari kemungkinan kontribusi pemerintah untuk menghadapi pertumbuhan teknologi tersebut. Sebagai produsen chipset untuk smart device, Qualcomm memiliki akses pusat data untuk IMEI di seluruh dunia. Qualcomm sudah punya pengalaman di Turki, di mana bisa meningkatkan penerimaan negara dari ponsel," paparnya.
Dengan jumlah penduduk terbanyak di ASEAN, Indonesia menjadi pasar terbesar bagi perusahan ponsel dunia. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah pelanggan telekomunikasi seluler di Indonesia meningkat sebesar empat kali lipat, dari 63 juta menjadi 211 juta pelanggan.
Bahkan, diperkirakan jumlah telepon selular yang beredar di Indonesia pada saat ini sebanyak 300 juta unit atau melebihi penduduk Indonesia sendiri yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa.
Untuk itu, menurut Putu, dari sisi pemerintah dan industri harus mempunyai sikap. Dalam hal ini, Kemenperin akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta pihak berwenang lainnya.
Kemenperin mencatat, nilai impor ponsel pada 2015 sekitar USD2,2 miliar dengan jumlah 37,1 juta unit ponsel, menurun menjadi USD773,8 juta dengan jumlah 18,4 juta unit. Sedangkan, untuk jumlah produksi ponsel di dalam negeri sebesar 24,8 juta unit pada 2015, naik menjadi 25 juta unit pada 2016.
Saat ini telah berdiri sebanyak 17 manufaktur dalam negeri yang mampu merakit produk telepon seluler, komputer genggam (handheld) dan komputer tablet, antara lain PT. Satnusa Persada, PT. Aries Indo Global, PT. Bangga Teknologi Indonesia, PT. Haier Electrical Appliances, PT. Selalu Bahagia Bersama, dan PT. Hartono Istana Teknologi.
Selanjutnya, PT. Samsung Electronic Indonesia, PT. Panggung Electric Citrabuana, PT. Sinar Bintang Nusantara, PT. Sentras Solusi Teknologi, PT. Maju Express Indonesia, PT. Tridharma Kencana, PT. Axioo Indonesia, PT. Adireksa Mandiri, PT. Adi Pratama Indonesia, PT. VS Technology dan PT. Vivo Mobile Indonesia.