Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Jaksa Agung HM Prasetyo mengemukakan sudah memegang sejumlah nama calon terpidana mati yang masih perlu ditelaah secara mendalam terkait pemenuhan hak hukumnya.
"Nama-namanya ada, tapi justru kita lihat apakah semua haknya sudah diberikan atau belum?, katanya di Jakarta, Jumat.
Prasetyo menjelaskan, pengecekan status calon terpidana mati yang bakal dieksekusi itu, antara lain menyangkut hak hukum grasi dan peninjauan kembali (PK), agar nantinya tidak menjadi masalah setelah proses eksekusi dilaksanakan.
"Nanti ada yang protes lagi, misalnya ini kan belum mengajukan grasi, belum mengajukan PK," ujarnya.
Ia pun mengemukakan bahwa soal grasi menjadi kendala dalam pelaksanaan eksekusi mati karena pengajuannya dapat kapan saja dilakukan.
Oleh karena itu, Jaksa Agung akan meminta pendapat Mahkamah Agung (MA) untuk batasan pengajuan grasi.
"Nggak bisa dibiarkan lepas tanpa ada pembatasan, karena kalau sudah seperti itu menjadi tidak ada lagi kepastian hukum," katanya menambahkan.
Jaksa Agung kemudian meminta wartawan untuk menanyakan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Noor Rachmad mengenai nama-nama terpidana kasus narkotika dan bahan obat berbahaya (narkoba) yang akan dieksekusi mati.
Sepanjang 2015--2016, Kejaksaan Agung telah melaksanakan eksekusi terhadap 18 terpidana mati yang terbagi dalam tiga tahap, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran warga negara Australia, Raheem Agbaje Salami, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze (Nigeria), Martin Anderson (Ghana), Rodrigo Galarte (Brasil) dan Zainal Abidin (Indonesia) di tahap pertama.
Tahap kedua, sebanyak enam terpidana mati, yakni Ang Kiem Soei (Belanda), Marco Archer (Brasil), Daniel Enemuo (Nigeria), Namaona Denis (Malawi), Rani Andriani (Indonesia) dan Tran Bich Hanh (Vietnam).
Adapun tahap ketiga sebanyak empat terpidana mati, yaitu Freddy Budiman (Indonesia), Seck Osmane (Nigeria), Humprey Jefferson Ejike (Nigeria) dan Michael Titus Igweh (Nigeria).