Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan
berwenang untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penanganan tindak
korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno pada
Senin (6/11) menggelar sidang lanjutan praperadilan yang diajukan Irfan
Kurnia Saleh, tersangka dari unsur swasta dalam kasus tersebut.
"Berdasarkan Pasal 42 UU KPK, KPK berwenang mengkoordinasikan dan
mengendalikan penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan
bersama-sama orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan
umum," kata anggota tim Biro Hukum KPK Mia Suryani Siregar saat
memberikan jawaban atas permohonan praperadilan Irfan Kurnia Saleh di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Oleh karena itu, kata Mia, pembentukan tim penyidik tetap dengan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan
HAM tidak dipersyaratkan.
Selain itu, kata dia, dalam Pasal 42 UU KPK pun menyatakan tidak
adanya keharusan membentuk tim penyidik gabungan KPK dan TNI sebagaimana
permohonan praperadilan Irfan Kurnia Saleh.
"Yang terpenting adalah peran KPK dalam mengkoordinasikan dan
mengendalikan upaya penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," kata Mia.
Lebih lanjut, Mia menegaskan KPK telah melakukan penyelidikan
terlebih dahulu serta melakukan koordinasi dan pengendalian dalam proses
penyelidikan dan penyidikan baik dilakukan oleh penyelidik atau
penyidik dari KPK maupun POM TNI.
"Selain itu, dilakukan juga koordinasi dengan lembaga lainnya,
yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan," ucap Mia.
Selanjutnya, ia juga menyatakan bahwa KPK dalam mengendalikan
penyelidikan dan penyidikan dalam pekara itu dengan memberikan petunjuk
dan arahan, rerkait beberapa aspek penyelidikan atau penyidikan yang
perlu ditindaklanjuti oleh penyelidik atau penyidik POM TNI.
"Yaitu, ketika penyelidik atau penyidik POM TNI meminta dukungan
KPK melalukan penggeledahan dan penyitaan serta dalam proses pengambilan
data digital," ucap Mia.
Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang
telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus
tersebut.
Sebelumnya, dalam pembacaan permohonan pada Jumat (3/11), tim Kuasa
Hukum Irfan mempermasalahkan tidak adanya SKB Menteri Hukum dan HAM dan
Menteri Pertahanan dalam penyidikan perkara koneksitas terhadap Irfan
Kurnia Saleh.
POM TNI telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana
korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI
Angkutan Udara Tahun 2016-2017.
Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel
Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI
FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan
barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau
pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana
ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan
Kepala Staf Angkatan Udara.
Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter
angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit
helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus,
yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta
lelang.
Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga
diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses
pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.
KPK menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia
Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan AgustaWestland sebagai
produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.
Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT
Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU
dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter
dilakukan sekitar bulan Februari 2017.
PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang
jasa peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari
Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol
Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence
"SIUP").
KPK berwenang koordinasi-kendalikan penanganan korupsi helikopter AW-101
Senin, 6 November 2017 18:05 WIB