Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Terciptanya keamanan pangan menjadi bagian
penting dalam target pembangunan Indonesia yang dipertegas dalam UU RI
No. 18 Tahun 2012.
Keamanan pangan harus melekat pada pangan
yang akan dikonsumsi oleh masyarakat, terutama dari cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang membahayakan manusia.
Salah satu momok bagi konsumen yang cukup meresahkan belakangan ini yakni penggunaan formalin pada pangan konsumsi.
Formalin
memang bersifat mengawetkan tapi biasanya digunakan untuk pengawet
mayat, pembasmi serangga ataupun bahan untuk produk sintetis.
Jika
tertelan manusia hidup, dalam jumlah yang kecil mungkin tidak akan
secara langsung terlihat namun dapat menghidupkan sel-sel kanker yang
akan berdampak pada jangka panjang.
Tapi apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan terus menerus, bahaya jangka pendek atau akut bisa saja langsung terlihat.
Kasus
yang sering ditemukan untuk penggunaan formalin biasanya
teridentifikasi pada produk segar yang memiliki daya simpan rendah.
Misalnya pada tahu, ayam potong, daging segar, atau ikan.
Umumnya
bahan dasar atau olahan yang berasal dari pertanian, peternakan dan
perikanan. Dalam salah satu acara sosialisasi keamanan pangan
Balitbangtan bersama Pengelola Pasar di Bogor, didapati pernyataan
produsen bahwa perlu ada solusi atau pilihan agar produknya yang tidak
laku bisa awet tanpa menggunakan formalin.
Salah satu teknologi
Balitbangtan yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) berpotensi untuk menggeser
penggunaan formalin.
Adalah teknologi Vinegar air kelapa,
sifatnya dapat mengawetkan namun sama sekali tidak berbahaya jika
dikonsumsi bahkan dapat dijadikan dressing salad atau dapat ditambahkan
langsung ke makanan.
Bahan dasar teknologi tersebut adalah Air
Kelapa. Tanaman kelapa yang dapat tumbuh baik di Nusantara, pada tahun
2017 saja hampir 3,6 juta Ha luas pertanaman kelapa dengan produksi
mencapai 3 juta ton per tahun.
Yang dibutuhkan sebagai bahan baku teknologi, air kelapanya saja. Bagian kelapa yang kadang hanya menjadi limbah.
Dr.
Retno Sri Hartati Mulyandari selaku Kepala Balai Pengelola Alih
Teknologi Pertanian (Balai PATP), Balitbangtan menyambut baik hal
tersebut.
“Teknologi ini merupakan jawaban bagi produsen yang
ingin berniat mengubah cara nakal untuk mengawetkan produknya dengan
formalin,†tegasnya.
Oleh karena itu, melalui kegiatan inkubasi
teknologi Balitbangtan, upaya massalisasi teknologi tersebut dilakukan
dengan menggaet mitra yang meskipun masih skala UKM.
Wiwik Puntorini dengan merk Cocovine mencoba membawa teknologi vinegar air kelapa agar mudah ditemukan oleh pengguna.
Memang
tidak mudah, karena tantangan keberadaan dan khasiat Cocovine perlu
diuji lebih mendalam. Namun, dari berbagai uji penggunaan, testimoni
pasar sangat positif.
Salah satunya datang dari Pak Slamet,
pengusaha ikan, menyebutkan bahwa biasanya mereka membutuhkan banyak
bongkahan es yang perlu terus diganti untuk mempertahankan kesegaran
ikan untuk sampai di tujuan.
Namun, cukup mencelupkan selama 2
menit pada larutan Cocovine, daya simpan ikan bisa mencapai 12 jam
dengan cukup sekali penambahan bongkahan es.
Ikan bisa diterima
konsumen tanpa komplain. Inilah yang akan terus diupayakan dengan
kesiapan produk untuk bisa masuk ke pasaran dengan tujuan utama
pengganti formalin.
Jadi, menciptakan keamanan pangan bukanlah
hal yang mustahil. Semua pihak harus terlibat, baik produsen yang
berniat baik dalam berusaha, maupun konsumen yang cerdas dalam
menentukan makanannya. (MP)
Air kelapa ciptakan keamanan pangan Indonesia
Rabu, 15 November 2017 23:28 WIB