Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerintah perlu konsisten menjalankan regulasi
bahan bakar minyak ramah lingkungan untuk kendaraan bermotor di Tanah
Air, sesuai dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor.
"KLHK sudah menerbitkan regulasi yang merekomendasikan penjualan
BBM harus berstandar Euro 4. Mestinya pemerintah konsisten dengan
regulasi lingkungan hidup tersebut," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi saat berbicara pada
diskusi "Menjawab Tantangan Memproduksi BBM Ramah Lingkungan" di
Jakarta, Kamis.
Pada Maret 2017, KLHK menerbitkan regulasi soal baku mutu emisi gas
buang kendaraan bermotor tipe baru kategori M, kategori N, dan kategori
O. Peraturan Menteri KLHK Nomor P.20/MENLHK/Setjen/KUM.1/3/2017 itu
menetapkan penggunaan BBM tipe Euro4 mulai tahun depan secara bertahap
hingga 2021.
Menurut Tulus, masa depan penerapan bahan bakar minyak (BBM) ramah
lingkungan menjadi suram seiring inkonsistensi pemerintah. Apalagi
pemberian izin operasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang
menjual BBM dengan research octane number (RON) 88 merupakan langkah
mundur sekaligus ilegal karena bertentangan dengan regulasi yang
diterbitkan KLHK.
Indonesia sudah tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lainnya
dalam penggunaan BBM ramah lingkungan. Jika di Malaysia saja BBM yang
beredar terendah adalah RON 95, di Indonesia yang masih beredar BBM RON
88 yang tidak lulus Euro 1.
Padahal, lanjut Tulus, sebagian besar konsumen BBM sudah beralih
dari premium dengan RON 88. Hal ini ditunjukkan dengan data penjualan
BBM jenis pertalite dan pertamax yang naik signifikan.
"Mumpung selisih harganya tidak terlalu tinggi, mestinya pemerintah
memanfaatkan momentum ini untuk mendorong peningkatan konsumsi BBM
dengan RON tinggi," tegas dia.
Tulus mengungkapkan pemberian izin operasi SPBU yang menjual RON
rendah menunjukkan inkonsistensi kebijakan pemerintah di sektor energi.
Jika pemerintah konsisten, penggunaan energi baru terbarukan dan energi
bersih yang didorong karena BBM dengan angka RON tinggi merupakan salah
satu wujud kebijakan energi bersih.
"Energi fosil, jelas berkontribusi besar pada kerusakan lingkungan.
Di Jakarta itu saat yang sehat adalah saat mudik Lebaran. Setelah itu
buruk. Itu bisa dirasakan betul. Sepeda motor 13 juta, mobil 4,6 juta.
Jadi sudah lebih tinggi dari jumlah penduduk," ungkap dia.
Menurut Tulus, di Jabodetabek, tidak hanya soal mengatasi kemacetan
tetapi bagaimana penggunaan BBM yang terintegrasi dengan sektor
transportasi. Di Eropa misalnya, BBM tidak dikenakan pajak, namun cukai.
"Jadi BBM harus diwacanakan untuk dikenakan cukai, sebagai dampak
netralitas terhadap lingkungan. Jadi selain penanggulangan transportasi
tapi juga dari sisi penanggulangan dampak lingkungan," kata dia.
Pembicara lain, pakar otomotif dan bahan bakar dari Fakultas Teknik
Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung Tri Yuswidjajanto
menegaskan penggunaan kendaraan bermotor salah satunya berkontribusi
terhadap polusi udara. Penggunaan BBM tanpa timbal misalnya telah
menyebabkan korban pada banyaknya anak-anak autis. Polusi datang berasal
dari minyak, karena mengandung sulfur. Makin tinggi sulfurnya, makin
murah, begitu pula sebaliknya.
"Regulasi Euro yang makin tinggi bertujuan supaya makin irit.
Dengan konsumsi yang makin irit, BBM yang dibakar makin sedikit dan gas
yang dibuat juga makin sedikit," kata dia.
Tri mengatakan, mesin kendaraan bermotor didesain menghasilkan
emisi gas buang tertentu. Mesin memerlukan bahan bakar dengan
spesifikasi tertentu untuk menghasilkan emisi sesuai desainnya.
"Penggunaan bahan bakar yang tak sesuai dengan spesifikasi mesin
menimbulkan gangguan terhadap kinerja mesin dan emisi gas buang
meningkat," ujar doktor lulusan Technische Universitat Clausthal,
Jerman.
YLKI minta konsistensi penerapan BBM ramah lingkungan
Kamis, 16 November 2017 22:37 WIB