Jakarta (ANTARA) - Ketika sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (sengketa Pilpres) berlangsung hingga Kamis dini hari dan belum selesai, pihak Kuasa Hukum Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta sidang ditunda, namun Ketua tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra meminta lanjut.
"Yang mulia, saya memahami ini peradilan yang harus dipercepat, tetapi tidak berarti terlambat satu hari menyebabkan cepat itu menjadi terhalangi. Persolannya adalah saya mulai urat-urat di kepala ini keluar," kata salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah, memohon kepada majelis hakim saat sidang di Gedung MK Jakarta, Kamis dini hari.
Nasrullah mengungkapkan meninggalnya 700 KPPS dalam Pemilu serentak 2019 dapat terjadi, di mana berdasarkan keterangan Dinas Kesehatan karena faktor kelelehan.
"Ini contoh penjelasan ini saya khawatir akan menimbulkan persoalan di kemudian hari dari persidangan ini," kata Teungku Nasrullah.
Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Hakim Anwar Usman meminta pendapat dari pihak KPU dan pihak terkait, yakni tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin.
Ketua KPU Arief Budiman menyerahkan kepada majelis hakim terkait permintaan pemohon tersebut.
"Sebetulnya kami sudah terbiasa sampai subuh juga nga apa-apa, kami menyerahkan kepada yang mulia," kata Ketua KPU ini.
Sementara pihak terkait menolak permintaan yang diajukan oleh pihak Prabowo-Sandiaga ini.
"Ini kan soal keadilan, masing-masing kan diberi waktu satu hari. Ini pemohonnya sudah diberi waktu dua hari, ini yang harus dipahami," tegas Yusril.
Nasrullah kembali menyatakan bahwa hal ini bukan masalah keadilan, tetapi nyawa orang yang harus dipertimbangkan.
"Pagi nanti kita bisa akan sidang, dan ini kalau kita pulang sekarang sampai rumah sudah subuh," katanya.
Namun Anwar Usman menyatakan tetap melanjutkan untuk mendengarkan saksi yang diajukan oleh pihak pemohon, yakni Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono.