Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menilai masyarakat saat ini belum siap melaksanakan e-voting (pemungutan suara elektronik) untuk pemilu, karena belum terbiasa dengan budaya teknologi baru.
“Gak bisa kalau sekarang belum siap. Kalau nanti mungkin iya. Situng saja diperdebatkan padahal sudah dinyatakan Situng bukan bagian dari tahapan resmi penetapan,” kata Ketua KPU, Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Jumat.
Arief menilai pelaksanaan e-voting yang menggunakan teknologi membutuhkan kultur baru yang dipahami masyarakat.
Sementara masyarakat Indonesia, lanjut Arief sudah terbiasa dan terlalu nyaman dengan budaya ‘mencoblos’ di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tempatnya tidak jauh dari rumah.
“Sekarang orang nyaman datang ke TPS dengan jalan kaki karena radiusnya kecil untuk 300 pemilih,” tuturnya.
Budaya masyarakat yang masih senang melakukan pesta dan menonton bersama tetangga saat proses perhitungan suara juga tidak dapat ditinggalkan begitu saja.
Selain itu, ia juga menilai masih belum terbangunnya kepercayaan publik secara penuh kepada penyelenggara Pemilu sehingga jika Pemilu dilaksanakan dengan sistem e-voting muncul dugaan-dugaan yang tidak benar.
Ia mencontohkan, Pemilu di Mexico menurutnya tidak pernah meributkan soal kotak suara maupun surat suara, padahal kotak dan surat suaranya lebih tipis daripada yang ada di Pemilu di Indonesia. Hasilnya pun dipercaya oleh masyarakat.
Jika Indonesia ingin menerapkan e-voting, masyarakat harus mulai membangun kultur baru serta kesiapan mental menerima teknologi baru yang ada, katanya.
Namun dalam kajiannya, Arief mengatakan KPU telah menyarankan penggunaan rekapitulasi elektronik guna mempercepat proses perhitungan suara.
“Tetap nyoblos tapi hasil perhitungan di TPS direkap di kecamatan. Hasil di kecamatan langsung dikirim secara elektronik dan itu dinyatakan sebagai hasil resmi. Jadi cepat,” tuturnya.