Pengacara OC Kaligis meluncurkan buku bertajuk Komisi Pemberantasan Korupsi "(KPK) Bukan Malaikat" di aula Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat dihadiri sejumlah tokoh politik diantaranya Fahri Hamzah dan warga binaan lainnya.
"Ini merupakan bentuk perjuangan dan perlawanan bahwa harus ada pihak yang mengawasi KPK agar tidak bertindak sewenang-wenang," kata Kaligis di Bandung, Sabtu.
Kaligis mengatakan buku yang diluncurkan tersebut tiga jilid sebagai referensi bagi pihak mencari keadilan akibat tindakan oknum KPK kebal hukum.
Dia mengatakan jika oknum KPK tersandung kasus tindak pidana maka pembelanya dengan ramai-ramai menyebut tindakan penyidik merupakan kriminalisasi.
Bahkan Kaligis juga menyorot upaya pemerintah menetapkan lembaga pengawas terhadap KPK karena beberapa mantan petinggi lembaga anti rasuah itu yakni Abraham Samad, Chandra Hamzah dan Bibit S. Rianto, Novel Baswedan, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian tapi kasus itu tidak dilanjutkan ke pengadilan.
Pada peluncuran buku dan silaturahmi dengan sejumlah warga binaan LP Sukamiskin diantaranya mantan Menteri Agama, Surya Dharma Ali, Menteri ESDM, Jero Wacik, mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Demikian pula dihadiri mantan Ketua Komisi III DPR, Fahri Hamzah, anggota Komisi III lainnya Masinton Pasaribu dan Arteria Dahlan serta politisi Dewi Tanjung.
Namun buku tersebut merupakan yang ke-20 ditulis OC Kaligis di penjara Sukamiskin pascapenetapan dirinya sebagai terpidana sejak tahun 2015 oleh KPK.
Kaligis divonis tujuh tahun penjara dengan tuduhan memberikan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan tersangka utama M. Yagari Bhastara Guntur alias Gery atas operasi tangkap tangan (OTT) KPK saat membela mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Sedangkan Gery yang OTT divonis dua tahun penjara tapi Kaligis hasil pengembangan dan menerima hukuman tujuh tahun kurungan.
"Dalam persidangan di PTUN Medan itu, kasus ditangani Gerry kalah, ini dimana logika hukum, pihak yang kalah disebut menyuap," katanya.
Sementara itu, Fahri Hamzah berharap kepada pemerintah untuk secepatnya melantik badan pengawas KPK agar tidak terjadi kesewenang-wenangan penyidikan terhadap dugaan pelaku tindak pidana korupsi.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu menambahkan saat ini pemerintah harus dapat menghentikan tindakan kesewenangan KPK yang bertindak bebas tanpa batas.
Kinerja oknum penyidik KPK pada langkah awal adalah menetapkan tersangka lalu kemudian dicari kesalahan dan dibuatkan bukti serta saksi, ini merupakan rekayasa hukum.
Contoh kasus yang dialami Jero Wacik, kata Fahri, bahwa penyidik KPK mencari-cari kesalahan saat menjabat Menteri ESDM karena tanpa bukti maka sebagai alasan mengusut pengunaan Dana Operasional Menteri (DOM) yang sudah sesuai aturan.
"Dengan uang Rp100 ribu, dari DOM untuk pijat repleksi akhirnya masuk bui," kata mantan politisi PKS itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Ini merupakan bentuk perjuangan dan perlawanan bahwa harus ada pihak yang mengawasi KPK agar tidak bertindak sewenang-wenang," kata Kaligis di Bandung, Sabtu.
Kaligis mengatakan buku yang diluncurkan tersebut tiga jilid sebagai referensi bagi pihak mencari keadilan akibat tindakan oknum KPK kebal hukum.
Dia mengatakan jika oknum KPK tersandung kasus tindak pidana maka pembelanya dengan ramai-ramai menyebut tindakan penyidik merupakan kriminalisasi.
Bahkan Kaligis juga menyorot upaya pemerintah menetapkan lembaga pengawas terhadap KPK karena beberapa mantan petinggi lembaga anti rasuah itu yakni Abraham Samad, Chandra Hamzah dan Bibit S. Rianto, Novel Baswedan, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian tapi kasus itu tidak dilanjutkan ke pengadilan.
Pada peluncuran buku dan silaturahmi dengan sejumlah warga binaan LP Sukamiskin diantaranya mantan Menteri Agama, Surya Dharma Ali, Menteri ESDM, Jero Wacik, mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Demikian pula dihadiri mantan Ketua Komisi III DPR, Fahri Hamzah, anggota Komisi III lainnya Masinton Pasaribu dan Arteria Dahlan serta politisi Dewi Tanjung.
Namun buku tersebut merupakan yang ke-20 ditulis OC Kaligis di penjara Sukamiskin pascapenetapan dirinya sebagai terpidana sejak tahun 2015 oleh KPK.
Kaligis divonis tujuh tahun penjara dengan tuduhan memberikan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan tersangka utama M. Yagari Bhastara Guntur alias Gery atas operasi tangkap tangan (OTT) KPK saat membela mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Sedangkan Gery yang OTT divonis dua tahun penjara tapi Kaligis hasil pengembangan dan menerima hukuman tujuh tahun kurungan.
"Dalam persidangan di PTUN Medan itu, kasus ditangani Gerry kalah, ini dimana logika hukum, pihak yang kalah disebut menyuap," katanya.
Sementara itu, Fahri Hamzah berharap kepada pemerintah untuk secepatnya melantik badan pengawas KPK agar tidak terjadi kesewenang-wenangan penyidikan terhadap dugaan pelaku tindak pidana korupsi.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu menambahkan saat ini pemerintah harus dapat menghentikan tindakan kesewenangan KPK yang bertindak bebas tanpa batas.
Kinerja oknum penyidik KPK pada langkah awal adalah menetapkan tersangka lalu kemudian dicari kesalahan dan dibuatkan bukti serta saksi, ini merupakan rekayasa hukum.
Contoh kasus yang dialami Jero Wacik, kata Fahri, bahwa penyidik KPK mencari-cari kesalahan saat menjabat Menteri ESDM karena tanpa bukti maka sebagai alasan mengusut pengunaan Dana Operasional Menteri (DOM) yang sudah sesuai aturan.
"Dengan uang Rp100 ribu, dari DOM untuk pijat repleksi akhirnya masuk bui," kata mantan politisi PKS itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019