Jakarta (ANTARA) - Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya Mineral (BPSDM ESDM) Kementerian ESDM terus mendorong pengembangan dan pemanfaatan teknologi bersih penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage dan carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS).
Kepala BPSDM ESDM Kementerian ESDM Prahoro Nurtjahyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan Indonesia terus berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencapai target net zero emissions (NZE) pada 2060.
Untuk sektor energi, pencapaian target NZE tersebut di antaranya melalui pengembangan energi terbarukan, implementasi konservasi energi, maupun penerapan teknologi bersih.
Salah satu upaya yang ditempuh dalam penerapan teknologi bersih adalah pengembangan dan pemanfaatan penangkapan dan penyimpanan karbon atau CCS/CCUS.
Dalam rangka mencapai target NZE tersebut, BPSDM ESDM menyelenggarakan focus group discussion (FGD) bertajuk "Towards Net Zero Emissions: Indonesian Project Development of CCS and CCUS" di Jakarta, Kamis (29/8/2024).
FGD turut dihadiri Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Direktur Hulu Migas Kementerian ESDM, Deputy Director General CCS Project Department JOGMEC, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu, serta stakeholder bidang energi.
Dalam sambutannya saat FGD, Prahoro mengatakan isu perubahan iklim menjadi salah satu tantangan global yang memerlukan perhatian dan aksi nyata dari berbagai pihak.
"Indonesia, sebagai negara yang berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam mengelola sumber daya energi dan lingkungan. Dalam konteks inilah, teknologi CCS dan CCUS menjadi sangat relevan untuk kita diskusikan dan implementasikan," jelasnya.
Kementerian ESDM menargetkan mayoritas dari 15 proyek CCS/CCUS beroperasi mulai 2030.
"Potensi penyimpanan CCS di Indonesia sebesar 577,62 giga ton yang terdiri atas depleted oil and gas sebesar 4,85 giga ton dan saline aquifer sebesar 572,77 giga ton, sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi penyimpanan karbon terbesar di dunia," lanjut Prahoro.
CCS dan CCUS merupakan teknologi penangkapan emisi karbon dioksida (CO2) dari proses industri dan pembangkit listrik, sehingga tidak terlepas ke atmosfer.
Perbedaan keduanya adalah untuk CCS, karbon dioksida yang tertangkap kemudian diangkut dan disimpan di bawah permukaan, sementara proses CCUS sudah termasuk penggunaan (utilization) dari karbon tersebut untuk berbagai tujuan.
Teknologi CCS dan CCUS memungkinkan penggunaan bahan bakar fosil dengan emisi yang lebih rendah, sehingga dapat mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon tanpa mengorbankan keamanan energi.
Hal itu penting untuk negara-negara yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil.
Implementasi teknologi CCS dan CCUS di Indonesia memiliki tantangan tersendiri, antara lain perlunya investasi yang signifikan, regulasi yang mendukung pengembangan dan penerapan teknologi serta adanya adopsi teknologi canggih tersebut memerlukan penyesuaian SDM dan peralatan eksisting.
FGD tersebut merupakan rangkaian acara menuju Human Capital Summit ke-2 pada 2025 yang membahas antara lain transformasi green collar workforce, green job di sektor energi, identifikasi kebutuhan SDM untuk mendukung transisi energi di Indonesia, serta penandatanganan komitmen kolaborasi dan sinkronisasi dalam rangka percepatan transformasi green collar workforce di Indonesia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPSDM Kementerian ESDM terus dorong pengembangan teknologi CCS/CCUS