Pasalnya, kata dia, pelembagaan khusus dan fokus dalam mengurus penerimaan negara akan berdampak positif pada keuangan negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta meningkatkan pendapatan negara secara lebih optimal.
"Pembentukan Badan Penerimaan Negara akan menunjukkan detail potensi negara yang selama ini terkesan abstrak atau semu, sekaligus bisa memetakan potensi pendapatan lain bagi negara," ucap Riko dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.
Nantinya, lanjut dia, Badan Penerimaan Negara bisa bekerja sama dengan kementerian teknis lain agar target peningkatan pendapatan negara dapat lebih optimal.
Riko menyampaikan tata organisasi tingkat kementerian memang tak bisa lepas dari aspek kepentingan politik. Namun, hal itu sebaiknya dapat diminimalisir dengan melihat aspek nasional.
Dengan demikian, ia menilai penataan organisasi tingkat kementerian sebaiknya menggambarkan prioritas kebijakan, bukan sebatas pemenuhan balas jasa politik.
Maka dari itu, dirinya berpendapat perubahan tata kementerian seperti pembentukan Badan Penerimaan Negara bukan hal mustahil karena dapat dilakukan sepanjang tujuan pemenuhan kepentingan nasional.
Pada hakikatnya, sambung dia, tata kementerian merupakan jawaban atas dinamika masalah negara, sehingga perlu perubahan.
Untuk memperkuat gagasan itu, Riko menyarankan agar dapat dilakukan kajian ilmiah atas perubahan yang terjadi sebagai cara mencegah adanya praktik balas jasa politik.
"Sekali lagi bukan untuk bagi-bagi kekuasaan,” katanya.
Pendirian Badan Penerimaan Negara yang baru dan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 23 persen merupakan salah satu dari delapan program hasil terbaik cepat (quick win) yang diusung oleh Prabowo-Gibran.
Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan anggaran pemerintah untuk menjalankan berbagai program pembangunan yang berdampak ekonomi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat harap Prabowo bentuk Badan Penerimaan Negara usai dilantik