Dalam diskusi mengenai hak cipta karya musik di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Sabtu malam, Hafez menjelaskan bahwa sistem pembagian hasil atau royalti dari seluruh pelaku musik di Indonesia diatur oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Secara kolektif, LMK akan melindungi dan mengelola hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait suatu karya musik.
Meskipun Indonesia sudah memiliki lembaga khusus yang mengatur hak cipta karya musik, nyatanya masih banyak kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia yang membuat para pencipta lagu tersebut tidak mendapatkan hak mereka sebagaimana mestinya.
Salah satunya karena nama para pencipta lagu itu tidak tercatat oleh LMK dan sulitnya mendapatkan informasi tentang mereka.
"Royalti ini dipungut tanpa pandang bulu kan, begitu membagi (royalti karya musik), Lembaga Manajemen Kolektif ini nggak punya data siapa yang dapat berapa persen," kata Hafez
"Jadi, masalah di Indonesia adalah pembayaran hak cipta ini amburadul karena belum tentu sampai ke penciptanya," sambungnya.
Dari permasalahan itu, Hafez menilai pemerintah perlu membuat sistem data khusus yang menampilkan informasi lengkap terhadap suatu karya musik, termasuk pencipta atau pemegang hak cipta dari karya tersebut.
Sejauh ini, Indonesia belum memiliki sistem data mumpuni yang khusus mengelola karya-karya musik dari musisi lokal. Oleh sebab itu, Hafez menyarankan agar para pencipta lagu atau karya musik dapat mengantisipasi masalah tersebut dengan mendaftarkan diri ke LMK.
Ketika seorang pencipta lagu telah mendaftarkan diri dan karya mereka ke LMK, maka pihak LMK akan membantu mereka untuk mendapatkan manfaat dari hak cipta berupa hak moral dan hak ekonomi.
Perlu diketahui bahwa hak cipta suatu karya musik berlaku sepanjang hidup sang pencipta lagu ditambah 70 tahun setelah pencipta lagu meninggal dunia.
"Untuk mendapatkan hak (pencipta lagu) yang sudah terkumpul oleh LMK, misalnya musisi tahun 70-an yang lagunya tiba-tiba populer, dan LMK sebenarnya sudah menyisihkan sebagian royalti untuk mereka, maka pencipta lagu perlu mendaftarkan diri," kata Hafez.
Jika pencipta lagu suatu karya musik tidak diketahui dan tidak ada pihak yang meminta royalti dari karya tersebut selama dua tahun, maka LMK akan menggunakan royalti tersebut untuk kepentingan lainnya. Mulai dari sosialisasi terkait hak cipta hingga membagi hasilnya kepada pencipta lagu atau musisi yang dinilai royaltinya terlalu rendah.
Namun, jika pencipta lagu suatu karya musik diketahui dan telah tercatat di LMK, mereka berhak untuk mendapatkan hak cipta atas karya mereka.
Ketika pencipta lagu suatu karya telah meninggal dan masa hak ciptanya masih berlaku, maka pemberian royalti dari hak cipta mereka akan diberikan kepada keluarga, orang tua, atau saudara kandung yang sah.
"Kalau si pencipta lagu ini sudah meninggal, maka pemberian hak ciptanya akan diberikan kepada keluarga, orang tua, saudara kandung, atau pihak yang telah diberikan wewenang," kata Hafez.
Secara kolektif, LMK akan melindungi dan mengelola hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait suatu karya musik.
Meskipun Indonesia sudah memiliki lembaga khusus yang mengatur hak cipta karya musik, nyatanya masih banyak kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia yang membuat para pencipta lagu tersebut tidak mendapatkan hak mereka sebagaimana mestinya.
Salah satunya karena nama para pencipta lagu itu tidak tercatat oleh LMK dan sulitnya mendapatkan informasi tentang mereka.
"Royalti ini dipungut tanpa pandang bulu kan, begitu membagi (royalti karya musik), Lembaga Manajemen Kolektif ini nggak punya data siapa yang dapat berapa persen," kata Hafez
"Jadi, masalah di Indonesia adalah pembayaran hak cipta ini amburadul karena belum tentu sampai ke penciptanya," sambungnya.
Dari permasalahan itu, Hafez menilai pemerintah perlu membuat sistem data khusus yang menampilkan informasi lengkap terhadap suatu karya musik, termasuk pencipta atau pemegang hak cipta dari karya tersebut.
Sejauh ini, Indonesia belum memiliki sistem data mumpuni yang khusus mengelola karya-karya musik dari musisi lokal. Oleh sebab itu, Hafez menyarankan agar para pencipta lagu atau karya musik dapat mengantisipasi masalah tersebut dengan mendaftarkan diri ke LMK.
Ketika seorang pencipta lagu telah mendaftarkan diri dan karya mereka ke LMK, maka pihak LMK akan membantu mereka untuk mendapatkan manfaat dari hak cipta berupa hak moral dan hak ekonomi.
Perlu diketahui bahwa hak cipta suatu karya musik berlaku sepanjang hidup sang pencipta lagu ditambah 70 tahun setelah pencipta lagu meninggal dunia.
"Untuk mendapatkan hak (pencipta lagu) yang sudah terkumpul oleh LMK, misalnya musisi tahun 70-an yang lagunya tiba-tiba populer, dan LMK sebenarnya sudah menyisihkan sebagian royalti untuk mereka, maka pencipta lagu perlu mendaftarkan diri," kata Hafez.
Jika pencipta lagu suatu karya musik tidak diketahui dan tidak ada pihak yang meminta royalti dari karya tersebut selama dua tahun, maka LMK akan menggunakan royalti tersebut untuk kepentingan lainnya. Mulai dari sosialisasi terkait hak cipta hingga membagi hasilnya kepada pencipta lagu atau musisi yang dinilai royaltinya terlalu rendah.
Namun, jika pencipta lagu suatu karya musik diketahui dan telah tercatat di LMK, mereka berhak untuk mendapatkan hak cipta atas karya mereka.
Ketika pencipta lagu suatu karya telah meninggal dan masa hak ciptanya masih berlaku, maka pemberian royalti dari hak cipta mereka akan diberikan kepada keluarga, orang tua, atau saudara kandung yang sah.
"Kalau si pencipta lagu ini sudah meninggal, maka pemberian hak ciptanya akan diberikan kepada keluarga, orang tua, saudara kandung, atau pihak yang telah diberikan wewenang," kata Hafez.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KSI sebut perlunya sistem data khusus untuk hak cipta karya musik