Washington (ANTARA) - Senat Amerika Serikat pada Rabu (20/11) dengan suara mayoritas menolak tiga resolusi yang bertujuan menghentikan penjualan senjata perang ke Israel guna merespons “kekejaman” yang berlangsung di Jalur Gaza.
Resolusi itu, yang secara resmi disebut resolusi bersama untuk penolakan, diajukan Senator dari kubu independen Bernie Sanders.
Resolusi ini berusaha menghentikan penjualan senilai 774,1 juta dolar AS (sekitar Rp12,3 triliun) untuk peluru tank kaliber 120mm, 61,1 juta dolar AS (sekitar Rp973,5 miliar) untuk peluru mortir berdaya ledak tinggi 120mm, dan 262 juta dolar AS (sekitar Rp4,1 triliun) untuk peralatan pemandu JDAM (Joint Direct Attack Munition).
Semua penjualan itu diberitahukan kepada Kongres selama reses musim panas pada Agustus lalu.
Sekitar seperlima anggota Senat mendukung resolusi itu dalam serangkaian pemungutan suara terpisah, tetapi masing-masing gagal lolos dari "gerakan untuk membebaskan," sehingga tidak bisa dibawa ke tahap pemungutan suara pleno.
Resolusi tersebut gagal dengan hasil 18-79, 17-57, dan 17-80.
Meskipun demikian, hasil ini merupakan teguran signifikan bagi Presiden Joe Biden, mengingat sebagian besar dukungan terhadap resolusi datang dari sesama Demokrat dan senator independen yang berkoalisi dengan mereka.
"Apa yang dilakukan pemerintah ekstremis ini di Gaza sungguh tidak terbayangkan. Namun, yang membuatnya lebih menyakitkan adalah bahwa banyak dari ini dilakukan dengan senjata AS dan uang pajak rakyat Amerika," kata Sanders di lantai Senat sebelum pemungutan suara.
"Dalam satu tahun terakhir saja, AS telah memberikan 18 miliar dolar AS (sekitar Rp286,8 triliun) dalam bentuk bantuan militer kepada Israel dan mengirim lebih dari 50.000 ton peralatan militer," kata Sanders menambahkan.
"Amerika Serikat terlibat dalam semua kekejaman ini. Kita mendanai kekejaman ini. Keterlibatan ini harus diakhiri, dan itulah inti dari resolusi ini," lanjutnya.
Beberapa senator yang menentang penghentian penjualan JDAM, yang mengubah bom konvensional menjadi senjata berpemandu, mempertanyakan alasan penolakan terhadap pengiriman peralatan tersebut ke Israel.
"Tampaknya, Senator Sanders lebih memilih Israel menggunakan senjata yang kurang akurat untuk mengeliminasi teroris," ujar Senator Republik Ted Budd.
“Tidak butuh lebih dari akal sehat untuk menyadari bahwa ini akan meningkatkan kemungkinan kerusakan tambahan. Dalam upaya Senator Sanders untuk melemahkan sekutu kita, ia malah membuat kemungkinan kematian warga sipil Palestina, yang dengan sengaja digunakan Hamas sebagai perisai manusia, semakin besar,” ucapnya menambahkan.
Menanggapi hal itu, Sanders mengatakan bahwa Israel telah menggunakan JDAM untuk menyerang sekolah-sekolah yang dikelola PBB yang "penuh dengan pengungsi" serta pusat-pusat pengungsian, serangan yang telah menewaskan "banyak warga sipil tak bersalah."
“Bom pintar tidak menyelamatkan nyawa warga sipil ketika bom itu secara langsung menargetkan mereka,” tegasnya.
Scott Paul, direktur program perdamaian dan keamanan di Oxfam America, mengatakan bahwa kegagalan Senat ini adalah "kekecewaan pahit lainnya."
Namun, ia menilai bahwa pemungutan suara menunjukkan semakin banyak senator Demokrat dan masyarakat AS yang tidak ingin terlibat dalam kekejaman yang dilakukan Israel di Gaza.
“Sungguh menyakitkan bahwa perubahan ini terjadi terlalu lambat untuk menyelamatkan nyawa hari ini, tetapi ini menunjukkan masa depan di mana AS berkomitmen, baik dalam kebijakan maupun retorika, pada masa depan yang bermartabat untuk semua warga Palestina dan Israel,” katanya di media sosial X.
Hampir 44.000 orang, mayoritas besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, telah tewas di Gaza dalam perang lebih dari satu tahun yang dilakukan Israel setelah serangan lintas perbatasan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Pembatasan Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan telah memperburuk krisis yang sudah kritis sebelum konflik dimulai dan semakin memburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Sumber: Anadolu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Senat AS gagal menghentikan penjualan senjata perang ke Israel