Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar menyatakan bahwa pluralisme di Indonesia menjadi salah satu modal penting untuk bersaing di kancah internasional.
"Kita harus bersyukur kepada Tuhan karena memberi geografis Indonesia di posisi silang yang diapit oleh dua samudera, dan diapit dua benua. Berada di pusat terpadat lalu lintas dunia," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan hal tersebut saat memberikan arahan pada Rakor Sekber dan Launching Grand Design Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Agama di Jakarta.
Ia mengatakan bangsa Indonesia majemuk tetapi memiliki keutuhan yang kuat. Segala keragaman, baik perbedaan agama, etnik, dan budaya berada dalam satu kesatuan Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan demikian salah satu sosial kapital untuk membangun Indonesia bersaing dengan negara lain adalah kemajemukan tetapi memiliki keutuhan yang kuat.
"Berdasarkan riset, perekat terbaik pluralisme di Indonesia adalah kerekatan umat beragamanya. Jadi selama kerukunan antarumat beragama kokoh, maka tidak ada satupun kekuatan negara asing yang bisa merusak negeri kita," kata dia.
Oleh karena itu, kata dia, tugas ASN yang terkait dengan penguatan moderasi beragama menjadi penting, yakni menjaga keutuhan bangsa melalui pendekatan keagamaan.
"Peta geososial dan geopolitik perlu dibaca sehingga bisa dikaitkan dengan peran dan fungsi agama bagi masyarakatnya. Selain itu, kita juga perlu memiliki peta potensi konflik keagamaan sebagai early warning langkah-langkah yang efektif untuk itu," ujarnya.
Ia menjelaskan tugas Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia bukan untuk menyatukan umat, tetapi memberikan pembelajaran bagi umat agar bisa hidup berdampingan di tengah perbedaan.
"Salah satu kegagalan dalam menangani masalah adalah adanya kesalahan persepsi, maka kita memotret suatu masalah dengan benar. BMBPSDM harus mampu memotret secara valid fenomena di masyarakat," katanya.
Menurut dia, ada sejumlah tantangan ke depan, yaitu membuat umat beragama semakin dekat dengan ajaran agamanya. dan sekaligus memendekkan jarak antara umat dengan agamanya.
"Semakin berjarak umat dengan agamanya, maka semakin tidak berhasil aparat Kemenag dalam membina umatnya. Oleh karena itu, kita ditantang untuk menemukan metode terbaik agar setiap umat semakin dekat dengan ajaran agamanya," kata dia.
Iman itu, kata dia, simbol antara pemeluk dengan ajaran agamanya.
Ia mengemukakan bahwa menerjemahkan ajaran agama (mitos) menjadi sesuatu yang harus diketahui (logos) dan dilaksanakan (etos).
"Jadi mengamalkan apa yang diyakini, menyakini apa yang diamalkan, mengetahui apa yang diamalkan, dan mengamalkan apa yang diketahui. Itulah umat beragama yang konstruktif, sehingga jika agama menjadi habit, kerukunan umat beragama akan berjalan dengan sendirinya," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menag: Pluralisme jadi modal bersaing di kancah internasional