Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude oil price (ICP) di kisaran 60-80 dolar AS per barel pada RAPBN 2026.
"Untuk ICP, kami pada RAPBN 2026 di kisaran sekitar 60-80 dolar AS per barel," ucap Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR di Jakarta, Rabu.
Usulan tersebut berdasarkan realisasi ICP Januari-Mei yang berada di angka 70,5 dolar AS per barel, dengan rata-rata ICP di bulan Mei sebesar 62,75 dolar AS per barel, dan mengalami lonjakan pada bulan Juni, yakni menjadi sebesar 69,33 dolar AS per barel.
Lonjakan rata-rata ICP pada Juni 2025 disebabkan oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Kawasan tersebut, tutur Bahlil, memiliki peran signifikan dalam penentuan harga minyak mentah dunia, sebab sekitar 30 persen minyak dunia disuplai oleh Timur Tengah.
"Jadi, ketika terjadi gejolak politik di Timur Tengah, itu berdampak (ke harga minyak dunia). Sampai pernah tembus di atas 80 dolar AS per barel," ucap dia.
Lebih lanjut, usulan asumsi ICP tersebut juga didasari oleh perkiraan harga minyak dunia dari kementerian-kementerian bidang energi di negara lain.
Kementerian energi di negara lain, kata Bahlil, memperkirakan harga minyak dunia pada 2026 sekitar 55-67 dolar AS per barel.
Rendahnya perkiraan harga minyak dunia disebabkan kelebihan suplai minyak di sejumlah negara yang dibarengi oleh melandainya permintaan minyak.
Permintaan minyak yang melandai, lanjut Bahlil, diakibatkan oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi global.
"Di saat bersamaan, produksi minyak di negara-negara penghasil minyak itu tidak pernah diturunkan. Naik terus," kata Bahlil.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pemerintah menetapkan rentang asumsi harga Indonesian crude price (ICP) atau minyak mentah Indonesia dengan hati-hati.
Sri Mulyani menerangkan ICP sangat dipengaruhi tiga faktor. Mulai dari stabilitas dan situasi politik di Timur Tengah, kebijakan produksi Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), outlook permintaan global yang terutama dari China, serta upaya seluruh dunia melakukan transisi energi.
Pada sisi lifting minyak, lanjutnya, sangat tergantung terhadap berbagai langkah-langkah yang saat ini sedang terus dilakukan oleh kementerian terkait.
Pemerintah berupaya melakukan percepatan eksplorasi, perbaikan keekonomian proyek, dan memberikan insentif untuk mendorong investasi di bidang eksplorasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menteri ESDM usulkan asumsi ICP RAPBN di 60-80 dolar AS per barel
