Gorontalo (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo mendesak pemerintah daerah (pemda) segera menerbitkan regulasi untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan khususnya kekerasan seksual pada anak.
"Kami menerima data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak daerah ini, angka kekerasan seksual yang sementara ditangani hingga Juli 2025 telah mencapai 35 kasus. Ini sangat perlu untuk ditindaklanjuti dengan cepat," kata anggota Komisi III DPRD Gorontalo Utara Windra Lagarusu di Gorontalo, Senin.
Menurutnya tingginya kasus kekerasan seksual tersebut mengindikasikan kondisi darurat moral yang sementara terjadi di daerah ini.
"Komisi III telah melakukan rapat kerja dengan organisasi perangkat daerah terkait, sekaligus menghasilkan rekomendasi, serta mendesak pemda segera menerbitkan perangkat kebijakan yang akan memberi perlindungan terhadap perempuan dan anak dari aksi kejahatan yang meresahkan," kata Windra.
Komisi III DPRD, kata dia, meminta pemda segera menerbitkan Surat Edaran Bupati untuk menggencarkan sosialisasi terkait pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak.
Pihaknya berharap sosialisasi dapat dilakukan secara masif di sekolah-sekolah dan seluruh desa.
Tentunya dengan melibatkan organisasi teknis terkait, pemerintah desa dan tokoh agama.
"Kita fokus dulu ke anak-anak untuk diberi pemahaman tentang bagaimana melindungi diri dari aksi kejahatan. Apalagi hal yang meresahkan, pelaku kejahatan ini banyak ditemukan dilakukan oleh orang terdekat. Ini sungguh memprihatinkan sehingga kita perlu segera menindaklanjuti," kata Windra pula.
Terkait kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru di SMA Negeri 1 Gorontalo Utara di Kecamatan Kwandang, pihaknya berharap sekolah dapat menonaktifkan oknum tersebut untuk mencegah aksi dan korban lainnya.
Komisi III pun segera berkoordinasi dengan Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, untuk meminta Dinas Pendidikan segera menindaklanjuti kasus tersebut.
"Memang kewenangan sekolah tingkat SMA, ada di pemerintah provinsi. Namun siswi korban dan peristiwa tersebut ada di wilayah kabupaten ini. Oleh karena itu, Komisi III merasa wajib menyikapi kasus tersebut," katanya.
Ia berharap perangkat kebijakan yang diterbitkan pemerintah daerah dapat memberi perlindungan signifikan terhadap perempuan dan anak di daerah ini terhadap kasus-kasus kejahatan atau kekerasan seksual yang meresahkan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gorontalo Utara Salha Uno mengatakan pihaknya gencar turun ke sekolah-sekolah memberikan edukasi kepada para pelajar tentang langkah mencegah aksi kekerasan seksual yang umumnya dilakukan oleh orang terdekat.
"Angka 35 kasus cukup signifikan. Rata-rata didominasi peristiwa yang telah lama terjadi namun baru terungkap saat ini. Seperti kasus pencabulan anak laki-laki usia delapan tahun yang dilakukan tetangganya. Aksi ini baru kami temukan di bulan Juni 2025, namun pencabulan telah dilakukan hampir satu tahun," kata Salha.
Penanganan sementara dilakukan, baik pendampingan kepada anak yang menjadi korban, serta menempuh jalur hukum kepada si pelaku.