Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia telah memasuki tahap akhir untuk menyelesaikan dokumen iklim Second Nationally Determined Contribution (NDC) berfokus pada pengurangan emisi sektor energi, hutan, limbah dan kelautan.
"Second NDC bukan sekadar laporan, tapi peta jalan yang mencerminkan kesungguhan Indonesia dalam melindungi bumi, memperkuat daya saing ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih adil bagi seluruh rakyat," kata Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq di Jakarta, Sabut.
Dia menyatakan bahwa dokumen Second NDC yang dalam tahapan akhir penyelesaian, harus lebih kuat, menyeluruh, dan sepenuhnya mencerminkan komitmen Indonesia untuk memimpin upaya pengurangan emisi karbon global.
Second NDC, katanya, bukan hanya kewajiban internasional, tetapi juga bentuk tanggung jawab Indonesia terhadap masa depan bumi, kesejahteraan rakyat, dan generasi mendatang.
Dokumen itu akan merespons mandat global dalam keputusan Conference of the Parties (COP) ke-28, khususnya Decision 1/CMA.5, yang mencakup target puncak emisi global antara 2020 hingga 2025, serta pengurangan emisi gas rumah kaca global sebesar 43 persen pada 2030 dan 60 persen pada 2035, dengan menggunakan referensi emisi tahun 2019 yang tercatat sebesar 1.147 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Untuk mencapai target pengurangan emisi yang ambisius tersebut, Indonesia harus menekan angka emisi hingga sekitar 459 juta ton CO2e yang menuntut langkah-langkah terkoordinasi dan sistematis di berbagai sektor, termasuk energi, kehutanan, limbah, pertanian, dan kelautan
Hanif mengatakan sektor energi, yang berkontribusi sekitar 55 persen terhadap total emisi nasional, akan menjadi fokus utama dalam upaya transisi menuju sistem rendah karbon. Targetnya adalah peningkatan bauran energi terbarukan hingga 27-33 persen pada 2035, dengan langkah-langkah konkret seperti efisiensi konsumsi listrik dan penggunaan kendaraan listrik.
Sektor kehutanan dan lahan juga akan berperan penting, dengan komitmen FOLU Net Sink 2030 yang menargetkan penyerapan karbon lebih besar daripada emisi yang dilepaskan, serta berbagai upaya restorasi hutan dan pengendalian deforestasi dari 0,918 juta hektare per tahun menjadi kurang dari 0,3 juta hektare per tahun.
Selain itu, sektor limbah akan mengalami transformasi melalui kebijakan Zero Waste Zero Emission 2050, sementara sektor pertanian akan mengadopsi pendekatan adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan pangan.
Salah satu sektor yang kini mendapat perhatian serius adalah sektor kelautan, yang mencakup restorasi padang lamun dan terumbu karang sebagai penyerap karbon biru, serta perlindungan infrastruktur pesisir dari dampak perubahan iklim.
Dalam mendukung implementasi Second NDC, Indonesia juga memperkenalkan Sistem Registri Nasional (SRN), platform transparansi yang memungkinkan masyarakat untuk memantau progres pelaksanaan kebijakan iklim, termasuk pencapaian di berbagai sektor.
Masyarakat juga didorong untuk berpartisipasi aktif dalam program kampung iklim (ProKlim) yang telah menjangkau lebih dari 5.000 desa di seluruh Indonesia, dengan target pada 2035 dapat mencakup 20.000 desa.
"Perubahan iklim tidak mengenal batas wilayah atau status sosial. Kita semua terdampak, dan kita semua bisa berperan. Mari jadikan Second NDC sebagai gerakan bersama," demikian Hanif Faisol Nurofiq.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerintah masuki tahap akhir selesaikan dokumen iklim Second NDC