Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan
Djalil memastikan penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak
dimanfaatkan oleh pemiliknya akan bermanfaat untuk mengurangi aksi
spekulan tanah.
"Tujuannya pajak progresif itu untuk menghilangkan spekulasi di tanah yang tidak produktif," kata Sofyan di Jakarta, Senin.
Sofyan menjelaskan harga tanah saat ini banyak yang mengalami
kenaikan dan menimbulkan aksi spekulan, padahal tanah itu "menganggur"
karena diabaikan oleh pemiliknya sehingga menjadi tidak produktif.
Untuk itu, selisih harga tanah hasil spekulan dengan harga tanah
yang sebenarnya, bisa dikenakan pajak progresif, agar lahan tersebut
secara ekonomis ikut memiliki manfaat.
"Kita tahu harga tanah sekarang berapa, misalnya 10 ribu per meter.
Nanti kalau dijual, misalnya harga 100 ribu per meter, yang 90 ribu itu
diprogresifkan pajaknya supaya orang tidak berspekulasi tanah," kata
Sofyan.
Ia mengharapkan setiap kepemilikan tanah di Indonesia
bisa memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan dan mendorong
peningkatan investasi yang bermanfaat bagi penyediaan lapangan kerja dan
kegiatan perekonomian.
Untuk itu, ide pengenaan tarif pajak progresif ini sedang
dirumuskan oleh pemerintah, agar pemanfaatan lahan tidak menciptakan
distorsi dan tanah tersebut bisa memberikan nilai lebih dan tingkat
produktivitas yang tinggi.
"Kalau kamu punya uang Rp1 miliar, misalnya, kalau ditaruh di bank,
bisa digunakan untuk pinjaman bagi orang lain. Uang kamu akan
bermanfaat. Tapi kalau kamu beli tanah, tidak bermanfaat apa-apa, dan
nanti, misalnya, harganya jadi Rp2 miliar, kamu untung 100 persen, itu
yang kena pajak," ujar Sofyan.
Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan
sedang mengkaji penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak
dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk mendorong pemanfaatan lahan agar
lebih efisien dan produktif.
"Kita coba mendetailkan pakai mekanisme apa, jenisnya bagaimana.
Nanti kita diskusi dengan teman-teman (Kementerian) Agraria dan Tata
Ruang," kata Kepala BKF Suahasil Nazara.
Suahasil mengakui pengenaan tarif pajak kepada tanah yang
"menganggur" bisa saja diterapkan, karena banyak sekali masyarakat yang
berinvestasi di lahan, namun pemanfaatannya masih minimal.
"Kita belum diskusikan secara detail. Tapi prinsipnya kita mengerti
bahwa ada keinginan untuk memajaki tanah-tanah yang idle agar bisa
lebih produktif," ujarnya.
Suahasil memastikan pajak ini bisa berfungsi sebagai insentif atau
disinsentif bagi pemilik lahan agar mau mengolah maupun menggunakan
tanah tersebut dengan optimal dan tidak sekedar "menganggur".
Sofyan Djalil: pajak "tanah menganggur" kurangi aksi spekulan
Senin, 30 Januari 2017 22:11 WIB