Jakarta (ANTARA) - Industri media menghadapi tantangan besar. Arus informasi kian deras, media dalam jaringan (daring) swasta tumbuh pesat, sementara kepercayaan publik pada media tradisional menurun.
Di tengah kondisi itu, Perum LKBN ANTARA punya posisi unik, bukan sekadar media, melainkan kantor berita negara dengan mandat menyebarkan informasi publik.
Sebagai "flag carrier jurnalisme Indonesia" LKBN ANTARA memiliki peran strategis dan historis sebagai garda terdepan dalam penyebaran informasi yang mendidik, mencerahkan, dan memberdayakan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Visi ANTARA adalah jurnalisme yang berpihak pada kepentingan bangsa, bukan sekadar industri media.
Pertanyaannya, bagaimana ANTARA bisa tetap relevan di era disrupsi digital? ANTARA berada di dua dunia. Di satu sisi, perusahaan menerima penugasan Public service obligation (PSO) dengan anggaran lebih dari Rp182 miliar pada 2026. Dana itu digunakan untuk memproduksi lebih dari 171 ribu produk berita setahun, mulai dari teks, foto, video, infografis, hingga podcast.
Tugas ini menunjukkan peran besar ANTARA dalam menyediakan informasi publik yang merata.
Di sisi lain, ANTARA juga harus bersaing dengan media swasta yang lebih lincah dan inovatif. Menjalankan dua peran sekaligus tentu tidak mudah.
Secara finansial, ANTARA menunjukkan pertumbuhan. Pendapatan usaha diproyeksikan naik dari Rp531 miliar pada 2025 menjadi Rp602 miliar pada 2026, ditopang pendapatan dari bisnis data.
Reputasi vs disrupsi
Saat ini, ANTARA berada dalam fase penguatan kapabilitas korporat. Mulai 2026, perusahaan memasuki fase scale-up. Kekuatan utama ada pada reputasi sebagai kantor berita negara.
Dalam sebuah penelitian tentang adaptasi media disebutkan, "ANTARA berbeda dari media massa lain karena mandat negara membuatnya tidak bisa hanya mengejar pasar, tetapi juga harus menjaga ekosistem informasi publik."
Reputasi ini memberi legitimasi dan kepercayaan publik. Dukungan pemerintah lewat PSO juga menjamin stabilitas keuangan.
Selain itu, ANTARA memiliki jaringan distribusi luas, yakni media cetak di 33 provinsi, 66 media daring, ratusan unit papan digital (DOOH), serta blok waktu di televisi dan radio.
Dengan jangkauan ini, ANTARA bisa mengklaim sebagai penyedia informasi terbesar di Indonesia.
Namun kelebihan itu bisa menjadi jebakan bila tidak diiringi inovasi. Ketergantungan pada PSO membuat ANTARA rentan pada perubahan kebijakan. Target laba dalam RKAP 2026 pun masih lebih rendah dibanding target jangka panjang RJPP.
Di balik kelemahan, peluang besar terbuka. Dunia bergerak ke arah analitika data. ANTARA berencana mengembangkan layanan berbasis data stream dan menargetkan pelanggan yang selama ini bergantung pada Bloomberg atau Refinitiv.
Bila berhasil, ANTARA bisa naik kelas dari kantor berita menjadi penyedia solusi data strategis.
Peluang lain adalah kemitraan. Sebagai BUMN, ANTARA bisa bersinergi dengan perusahaan lain milik negara, kementerian, hingga pemerintah daerah.
Kepercayaan yang melekat pada statusnya membuat ANTARA bisa berperan sebagai simpul komunikasi. Jangkauan internasional pun tersedia melalui jaringan kantor berita global.
Ancaman tetap datang dari luar. Media digital swasta berkembang cepat, menguasai algoritma media sosial, dan agresif menawarkan model bisnis baru, seperti digital marketing atau konten berlangganan.
Diplomasi jati diri
Sebagai kantor berita negara, ANTARA memikul tanggung jawab lebih besar: menjadi simpul komunikasi nasional dan instrumen diplomasi pers.
Dalam setiap narasi, perlu ada pertimbangan tentang bagaimana berita merefleksikan kepentingan nasional dan menjaga citra bangsa di mata dunia.
Dalam menyajikan berita, ANTARA harus menghadirkan sudut pandang nasionalisme, bukan sekadar menyalin agenda asing. Fungsi pers sebagai jendela dunia jangan dilupakan.
Namun, jendela yang dibuka ANTARA harus menampilkan pemandangan yang seimbang dan autentik, menghubungkan publik Indonesia dengan realitas global, sambil memastikan narasi yang disampaikan adalah milik kita sendiri.
Hal ini menjadi krusial, apalagi di tengah banyaknya media internasional yang beroperasi di Indonesia. Dengan cara ini, publik tetap bisa terhubung dengan dinamika global, tanpa kehilangan perspektif kebangsaan.
Bill Kovach dalam The Elements of Journalism mengingatkan, “tantangan terbesar jurnalisme adalah mempertahankan relevansi di tengah banjir informasi.”
Mark Twain, jauh sebelumnya pernah menyindir, "A lie can travel halfway around the world while the truth is putting on its shoes." Kutipan itu terasa semakin aktual di era ketika berita bohong bisa viral, lebih cepat daripada klarifikasi.
Disrupsi teknologi, termasuk kecerdasan buatan, bisa mengubah cara berita diproduksi dan disebarkan. Tanpa adaptasi, status flag carrier jurnalisme bisa tinggal simbol.
Momentum perubahan
Apa langkah berikutnya? Pertama, ANTARA perlu mendefinisikan ulang dirinya. Bukan sekadar kantor berita negara, tetapi korporasi multimedia modern.
Semua kanal distribusi harus dioptimalkan, dan data dimanfaatkan untuk menghasilkan insight, bukan hanya berita.
Dengan jangkauan luas, ANTARA punya modal besar membangun ekosistem konten yang bernilai.
Kedua, diversifikasi bisnis harus dipercepat. Saat ini pendapatan komersial menyumbang 64 persen. Porsi ini bisa ditopang dengan produk baru, solusi komunikasi terintegrasi, media monitoring, hingga layanan analitika data.
Ketiga, efisiensi perlu dilakukan dengan strategi cerdas, bukan sekadar memangkas fasilitas. Digitalisasi kerja, pemanfaatan AI, dan peningkatan kapasitas SDM bisa menjaga keseimbangan antara efisiensi, kualitas, dan kesejahteraan karyawan.
ANTARA sebenarnya sudah memulai langkah kecil, misalnya lewat ANTARA TV dan jaringan Digital Out of Home (DOOH).
Bayangkan jika itu diperluas dengan AI newsroom yang mampu menyajikan berita dalam berbagai format secara otomatis, atau platform data intelijen yang bisa dipakai pemerintah daerah hingga korporasi.
Inilah ruang "lompatan digital" yang bisa membuat ANTARA relevan kembali, bukan sekadar bertahan.
Akhirnya, relevansi ANTARA tidak bisa diukur hanya dari jumlah berita atau besar kecilnya PSO. Relevansi lahir dari kepercayaan publik dan kemampuan bersaing di pasar digital.
Dengan strategi adaptif, jangkauan luas, dan dukungan negara, peluang itu terbuka lebar. ANTARA punya modal sejarah, kini saatnya membuktikan bahwa modal itu bisa dipakai untuk masa depan.
*) Rioberto Sidauruk adalah pemerhati industri media, saat ini bertugas sebagai Tenaga Ahli AKD DPR RI
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LKBN ANTARA: Menyeimbangkan peran "flag carrier" jurnalisme Indonesia
