Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan Indonesia datang ke Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) Brasil bukan sebagai penonton, melainkan bergerak menjalin kemitraan termasuk dalam perdagangan karbon.
"Indonesia datang ke Belem bukan sebagai penonton, melainkan penggerak, membawa regulasi, kemitraan, dan target yang terukur," kata Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif dalam pernyataan dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan COP30 yang diadakan di Belem, Brasil menandai 10 tahun lahirnya Persetujuan Paris. Namun di sisi lain, dalam satu dekade tersebut meskipun sudah ada kemajuan dalam aksi iklim global, tapi dunia masih belum di jalur yang membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius.
Namun, Indonesia tetap teguh dalam upayanya, dengan memperbarui janji pengurangan emisi untuk memimpin transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Hal itu disampaikannya usai rapat koordinasi akhir jelang COP30 di Jakarta, Rabu (29/10). Di mana Menteri LH memaparkan bahwa Indonesia telah memperbarui Second Nationally Determined Contribution (SNDC) pada akhir Oktober 2025 yang menetapkan puncak emisi 2030 yang lebih rendah daripada skenario sebelumnya.
Di dalam SNDC terdapat dua skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP) dengan proyeksi penurunan emisi 8 hingga 17,5 persen, sebagai langkah konkret menuju Indonesia Emas 2045.
Tidak hanya itu, Hanif juga menyoroti penguatan kebijakan domestik menjadi fondasi ekonomi hijau yang kompetitif.
"Kami optimis bahwa Indonesia, dengan dukungan regulasi terbaru seperti Peraturan Presiden 1 Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, dapat memperkuat posisi di pasar karbon global," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sumitro Djojohadikusumo mengatakan kerja sama internasional terus berupaya dibangun, termasuk dalam bidang perdagangan karbon yang mendukung pencapaian pengurangan emisi nasional.
"Melalui diplomasi karbon dan perdagangan karbon lintas sektor, Indonesia berupaya untuk memperluas akses pasar global dan memperkuat kredibilitas unit karbon nasional. Sebagai bagian dari upaya ini, kami telah menjalin Mutual Recognition Agreements (MRA) dengan mitra global seperti Jepang, Gold Standard, dan Verra," tuturnya.
Sebagai wujud soft diplomacy, Paviliun Indonesia di COP30 mengusung tema Accelerating Substantial Actions of Net Zero Achievements through Indonesia High Integrity Carbon, sekaligus menjadi platform kolaborasi untuk mempertemukan pembuat kebijakan dan pelaku pasar karbon, membangun ekosistem perdagangan karbon yang sehat dan berkelanjutan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menteri LH: Perkuat kemitraan karbon, RI di COP30 bukan jadi penonton
